Selasa, 18 Juni 2024

Dakwah dan Makan-Makan

Gb. Makan Bersama
Adagium Jawa menyatakan mangan ora mangan kita ngumpul, dapat dimaknai ada atau tidak ada makanan tetap rukun atau ngumpul. Ada makna tersembunyi bahwa makanan sangat berpengaruh menjadi motivasi dalam kumpul-kumpul keluarga maupun warga. Namun, keberadaan makanan tidak menjadi motivasi tunggal dalam berkumpul.

Banyak istilah makan bersama di nusantara seperti botram (Sunda), bancakan (Jawa), ngaliwet (Jawa/Sunda), bajamba/barapak (Minang), patita (Maluku), megibung (Bali), Babarit (Kuningan Jawa Barat), binarundak (Sulawesi Utara), baseprah (Kutai), bagawa (Belitung), dan mungkin ada istilah lainnya. Dalam islam kita mengenal walimah, yang artinya jamuan makan bersama. Ada walimah al-ursy (pernikahan), walimah alkhitan (sunatan), dan walimah safar (sebelum berhaji).

Makan adalah hal yang biasa dilakukan setiap manusia, hanya berbeda menu dan frekuensi serta tempatnya. Orang kaya merasa nikmat saat makan tahu-tempe pecak sambal dan ikan asin. Orang tak berpunya, merasa enak saat makan sate, gule dan opor ayam. Makan makanan yang tak biasanya akan sangat luar biasa. Begitu pula, makan sendiri dengan bersama-sama akan berbeda suasana dan cara menikmatinya. Makan bersama biasa dilakukan oleh rasulullah saw., dengan mengajak orang lain makan beserta beliau atau memberikan makanan bagi tetangga atau orang-orang yang lapar.

Lapar bukan diceramahi untuk sabar dan menganjurkan berpuasa, melainkan diberi makanan untuk mengganjal perut dan menjadi sumber tenaga untuk bekerja. Alquran mengancam bagi orang-orang yang abai memberikan makan terhadap orang yang kelaparan, lebih-lebih berada dalam lingkungan masyarakat kita.

Memberi makan bukan bermakna konsumtif saja, namun dapat membuat mereka berdaya dari papa menjadi mulia. Membebaskan orang-orang yang bergantung pada meminta belas kasih orang. Memberi makan dalam skala lebih luas memberdayakan mereka untuk menjadi pedagang, pengusaha, berpendidikan dan menjadi terhormat karena usahanya serta menjadikan mereka sebagai muzakki (orang yang berzakat), bukan mustahiq lagi.

Makan bersama juga menghiasi dalam tradisi keagamaan seperti tahlilan, manaqiban, maulidan, haulan, peringatan hari besar Islam dan lainnya. Setelah selesai baca dzikir, shalawat dan ayat Alquran serta mendengarkan mauidhatul hasanah kemudian makan bersama. Makan yang biasa menjadi memiliki nilai, terdapat latihan diri berdzikir dan pembelajaran. Dengan berlatih dzikir, kita dapat belajar mengingat Allah swt dan dengan taklim kita terbebas dari dosa kewajiban mencari ilmu. Makan juga banyak digunakan untuk menyelesaikan persoalan bangsa dan negara melalui diplomasi meja makan.  

Bekasi, 18 Juni 2024

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...