Shalat dianggap sebuah hadiah perintah Allah kepada umat islam melalui nabi Muhammad saw saat peristiwa Is’ra’ Mi’raj. Shalat dzuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh kemudian disebut sebagai shalat lima waktu. Dalam perjalanan dakwah penyebaran Islam, ada yang mendakwahkan “shalat wektu telu”, shalat tiga waktu (bukan lima waktu). Ini didasarkan pada ayat aqimi al-shalata liduluki al-syamsi ila ghasaqi al-laili wa qur’an al fajr yang artinya dirikan shalat saat waktu matahari, malam hari, dan pagi hari. Saat terang sinar matahari ada shalat dzuhur dan ashar, saat malam ada maghrib dan isya, dan saat fajar ada shalat subuh.
Shalat adalah
perintah, dengan banyak permaknaan sesuai dengan kepentingan masing-masing. Ada
orang yang menganggap efek shalat itu sehat, atau rangkaian gerakan shalat bisa
menyehatkan. Penelitian di FKUI yang menunjukkan bahwa shalat merupakan
rangkaian gerakan berirama yang dapat menyebabkan kontraksi dan relaksasi otot
yang harmonis. Penelitian di Jurnal Kesehatan yang menunjukkan bahwa shalat
dapat menjaga kesehatan hati dan urat nadi. Penelitian di FEBI UINSI Samarinda
yang menunjukkan bahwa shalat dapat menurunkan tekanan darah. Penelitian di
Tipa ftk.uin-suska.ac.id yang menunjukkan bahwa shalat dapat membantu
pencernaan. Penelitian di Jurnal Emerald dan NCBI yang menunjukkan bahwa shalat
dapat membantu terapi psikologis.
Ada yang
mendasarkan diri bahwa shalat harus dalam kesadaran untuk menerapkan impactnya
dalam bermasyarakat (tanha an al-fahsya’ wa al-munkar). Shalat rajin
kemudian masih berbuat keji dan munkar, maka shalatnya tidak dianggap
memberikan dampak positif diri. Bila ada seseorang itu baik sekali sehingga
tidak nampak keburukannya, tetapi dia ga pernah shalat (non muslim), apa yang
membedakan dengan muslim bila ukuran shalat dari pencegahan perbuatan keji dan
munkar?
Ada yang
mendasarkan bahwa menjalankan shalat karena diperintah saja, kalau tidak ada
kewajiban pasti tidak dikerjakan atau sesekali saja. Mereka hanya mengikuti
keabsahan fiqhiyah, terpenting terpenuhi syarat dan rukun shalat. Ada yang
memaknai shalat sebagai tiket awal checking entry ke surga. Mereka
serius dalam shalatnya, sehingga nampak berlebih-lebihan mengkhusyukkan diri.
Secara psikis dapat memberikan dampak buruk others judgment, tidak baik
shalatnya. Benci terhadap orang-orang yang tidak memprioritaskan shalat dan
kerjakan atau aktivitas lainnya.
Ada shalat
goyang, yen lego sembahyang (shalat bila sempat). Mereka yang diberikan
nikmat kesibukan sehingga ingat shalat saat dia tidak sibuk, atau merasa tidak
bisa menyempatkan waktu dalam kesibukannya untuk menjalankan shalat. Ada pula
yang menjalankan shalat lima waktu sambil melengkapi sunah shalatnya, hingga
menjalankan shalat-shalat sunah.
Dalam
menjalankan shalat sunnah pun ragam motivnya. Mereka serius menjaga shalat
dhuhanya agar rejeki lancar dan tambah berkah. Ada yang menjaga shalat
malamnya, agar mendapatkan tempat yang mulia (maqam mahmudah). Ada menjaga
shalat fajar, karena lebih mulia dari dunia dan seisinya. Ada yang menjaga
shalat sunah rawatibnya untuk menambal bolong-bolong shalat fardhunya. Ada yang
menjaga shalat taubat, shalat tasbih, shalat-shalat sunah mutlak lainnya
menurut motivasi masing-masing.
Tuhan tidak
mengintervensi motivasi shalat kita, bahkan memberikan karunia-Nya sesuai degan
motivasi kita termasuk motivasi jahat. Shalat merupakan rangkaian doa, dan
setiap doa pengharapan serta motivasi dalam mengerjakannya bakal dikabulkan
oleh Allah Swt (ud’uni astajiblakum). Pu demikian, kita juga harus
mempertimbangkan motivasi kita dalam mengerjakan shalat. Bila niatan kita untuk
kepentingan kita dunia maupun akhirat hanya akan diberikan sesuai dengan motivasi
kita. Motivasi jahat, Allah menugaskan setan untuk membantu memnyempurnakan
motivasi kita.
Kita akan
diberikan apa yang kita harapkan dari motivasi beribadah, bila dunia yang
diharapkan maka dkan diberikan kesehatan, kesejahteraan, kehormatan dan lainnya
di dunia. Bila shalat itu diibaratkan koin untuk bermain di playground,
atau voucher hadiah, maka tatkala voucher yang digunakan untuk menukarkan
kesejahteraan duniawiyah itu habis maka kita tak punya lagi voucher untuk masuk
ke surga atau nirvana apalagi tiket privieage untuk bertemu Sang Idola.
Allah
menggarisbawahi, bila niatan peribadatan itu hanya diperuntukkan diri-Nya maka
akan diberikan keutamaan dibandingkan dunia dan seisinya. Berat untuk menjaga
konsistensi kelurusan motivasi peribadatan kita, meski telah dituntun dalam
pelafalan lillahi ta’ala. Apa yang dijanjikan itu “abstrak” sedangkan
motivasi kesejahteraan, kehormatan, dan fasilitas untuk memperoleh kebahagiaan
itu nampak nyata.
Untuk itu agar
tidak tersesat motivasi kita, semua peribadatan atau yang berpotensi menjadi
ibadah harus di-elmoni. Kesempuranaan membutuhkan ilmu dan latihan,
sehingga kita mengetahui apa yang sebenarnya dikehendaki Allah atas
perintah-perintah yang tertuang dalam al-Quran dan yang dicontohkan oleh nabi
saw., dan para shabat-sahabatnya (abdul basid).