Kamis, 20 Maret 2025

Berburu Lailatul Qadar, Menetapkan Diri di Pasujudan

Para pemburu Lailatul Qadar sangat bersemangat untuk memperoleh keistimewaan malam tersebut. Mereka sampai melakukan I’tikaf di masjid, mengikuti sunah nabi saw dengan meningkatkan ibadah, dzikir, bacaan shalawat, tadarus al-Quran, bertasbih, dan menghindari perbuatan tercela. Di beberapa masjid di wilayah perkotaan ada yang menggelar kegiatan I’tikaf bersama. Ada yang menjalankan I’tikaf bersama keluarga mereka, untuk mengkhususkan diri pada peningkatan peribadatan di sepuluh malamm terakhir di bulan Ramadhan. Apakah di luar Ramadhan boleh dilakukan? Boleh. Bahkan dianjurkan saat kita shalat, mengunjungi pengajian di masjid untuk berniat I’tikaf.

I’tikaf dapat diartikan menetap atau berdiam di masjid dengan meningkatkan peribadatan dan menghindari perbuatan maksiat. Orang yang I’tikaf (mu’tafi) harus berniat diri (nawaitu I’tikafa fi hadza al-masjid). Mereka adalah muslim dalam keadaan suci (tidak berhadats) dan tidak dalam keadaan gendheng (berakal). Kemudian penyadaran apakah yang harus kita peroleh setelah melakukan I’tikaf di masjid?

Peningkatan peribadatan mereka selama I’tikaf harus mencapai penyadaran dalam ketundukan (bersujud). Masjid adalah tempat bersujud. Sujud menundukkan diri kepada Allah swt dimana isi otak di kepala diletakkan di bawah pantat tempat keluarnya kotoran. Sujud tidak bernegosiasi dengan isi pikiran, totalitas menyerahkan diri kepada Allah swt. Inna shalaty wanusuky wa mahyaya wa mamaty illahi rabbi al-alamin, sesungguhnya shalatku, peribadatanku, hidup dan matiku untuk (milik) Allah swt. Sujud merupakan posisi yang paling dekat atau upaya mendekat dengan Allah swt (wasjud waqtarib).

Kontemplasi yang dilakukan selama menjalankan I’tikaf dan menghindari sementara hiruk-pikuk aktivitas duniawiyah harus menghasilkan penyadaran diri tersebut. Penyadaran harus terimplementasi dalam ketundukan dan ketawadhuan yang nampak (min atsari al-sujud) pasca i’tikaf. Mereka penyayang sesama umat islam (ruhama’u bainahum) dan tegas atas perilaku kekufuran (asyidda’u ala al-kuffar), sehingga menjadi orang-orang yang dibersamai nabi saw dalam kehidupannya.

I'tikaf bukan sebagai rekreasi spiritual, selesai kemudian menceritakan keindahan dan kenyamanan selama menjalankannya. Bukan pula mengikuti ramai riuh penawaran program i'tikaf di masjid-masjid perkotaan dengan bimbingan ustadz tertentu. Bukan pula selebrasi yang diposting di akun media sosial untuk sebuah pengakuan dan komentar indah. Pun demikian, ketertarikan beri'tikaf bisa datang dari motif apapun yang bisa membawa penyadaran. 

Berniat diri untuk I’tikaf sejatinya meniatkan diri untuk menjadi orang-orang yang lebih dekat dengan Allah swt., bersiap menyayangi seluruh makhluk, tunduk tawadhu’ dalam kehidupan, untuk meraih ridha Allah swt dan sempurna melengkapi tujuan pencapaian derajat muttaqin (la’allakum tattaquun). Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa menetapkan diri dalam pasujudan untuk mencapai ridha Allah swt. 


Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...