Fenomena ini menjadi berkah tersendiri bagi para pedagang
terompet, jagung bakar, ikan, ayam dan pisang kepok. Mampir juga kepada para
penjaja kenikmatan yang meraup keuntungan atas pesta perayaan. Yang pengen
gratisan, anak gadis orang hilang keperawanan dan yang tak gadis pun dibuat
berulang-ulang atas nama perayaan.
Boleh saja sekedar ikut bahagia atas ramainya
pesta, buka lapak di depan rumah untuk bakar jagung, ayam, ikan, atau pisang
sambil mendengarkan musik atau nonton televisi sebagai bentuk keakraban
keluarga dan hidup bertetangga.
Ramai bersimpangan rombongan, berbaju putih dan
berpeci, seakan optimis mengawali hari dengan kebaikan diri. Berdzikir bersama,
selawat dan mengaji sebagai bentuk refleksi diri. Mengisi ruang kosong untuk
beribadah pada ilahi.
Kita tak bisa menilai mereka ahli surga atau
neraka atas perbuatannya, karena semua itu hak Tuhan untuk menilai dan memberi
hadiah atau menghukumnya. Atau bahkan memuji yang berdzikir, selawat dan
mengaji atau mengutuk mereka mereka yang pawai, berkumpul ramai-ramai, atau
mereka yang memuaskan nafsu diri. Atau mengapresiasi mereka yang dirumah,
berkumpul dengan keluarga dan tetangga, aku tak memilih keduanya.
Andai kita bisa berbaur dengan mereka dan
memberikan hadiah fateha seraya berdoa kepada Alllah swt., maka aku lebih
memilihnya. Bukan karena doaku mustajabah, melainkan aku tak punya banyak harta
untuk sedekah. Surga dan neraka bukan urusan kita karena itu aku tak bisa
memilihnya.
DZ al Qishud, Jakarta: 01/01/15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar