Jumat, 24 Juli 2015

Mudik itu Syar'i Lhoo,...

"Wong lungo nyang ndi parane, musti muleh", siapapun yang pergi kemana pun akan pulang/kembali atau dalam istilah lain "urip iku mung mampir ngombe", hidup itu sekedar mampir untuk minum. Tradisi pulang kampung atau mudik saat lebaran mungkin hanya ada di Indonesia, karena filosofi warganya untuk mengingat kampung halaman sebagai bagian dari sejarah hidupnya.
Mudik tidak hanya sebagai budaya, yang terjadi menjelang Hari Raya Iedul Fitri atau merupakan pesebaran perekonomian di desa-desa karena orang-orang kota yang pulang kampung membawa duit banyak sehingga geliat ekonomi seperti para pedagang di pinggir-pinggir jalan yang dilalui oleh para pemudik.
Mudik juga sebagai peristiwa transfer budaya, yang harus dicermati oleh orang desa karena budaya-budaya buruk imbas dari hedonisme kehidupan perkotaan. Orang-orang kota juga harus belajar kearifan orang-orang desa untuk pemahaman anak-anak mereka yang sudah tidak lagi tahu berbahasa ibu-nya. Kejelian dalam mengambil hikmah pada peristiwa mudik, akan mendapatkan sebuah support kesuksesan orang kota dan kearifan penduduk desa.
Mudik juga sebagai perisitiwa yang mempunyai rentetan "syar'i". Tak hanya praktik perbankan boleh menyandang kata syar'i seperti menjamurnya praktik perbankan syariah atau pakaian, jilbab, bahkan ada "pengobatan syar'i ala nabi". Mudik dilakukan untuk bertemu sanak saudara untuk bersilaturahim, sungkem pada bapak-ibu atau nyekar untuk berdoa sebagai bentuk bakti anak pada orang tua. 

Bukankah birrul walidain itu diperintahkan dalam al Qur'an, silaturahim juga disunahkan oleh Nabi saw., berbuat baik kepada kerabat juga dianjurkan dalam ayat al Qur'an. Sehingga walaupun menghabiskan biaya yang tidak sedikit bahkan harus nekat seakan mempunyai nyawa cadangan mereka bahagia untuk menikmati mudik untuk pulang kampung. Dan bagi mereka yang tidak mempunyai kampung halaman untuk mudik terheran-heran dan ingin mencoba menikmati rasanya bermacet ria saat mudik menjelang hari yang fitri.
Mudik merupakan tradisi NUsantara yang juga mempunyai landasan syariah yang kuat, bukan sekedar peristiwa pertukaran budaya, atau pesebaran perokonomian di desa, tetapi memiliki makna filosofis kehidupan masyarakat berdasarkan dalil naqli.

Peristiwa Mudik yang lebih besar lagi adalah mudik pada Allah swt. "kullu nafsin dza iqatul mawt", setiap yang bernafas suatu saat akan mati, dan mati yang baik adalah mati dalam keadaan selamat (wala tamutunna illa wa antum muslimun ), dan merekalah yang memiliki jiwa yang muthmainnah yang memperoleh ridha Tuhannya untuk kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...