Kamis, 22 Desember 2016

A Pathetic Farewell ( Kepergian Yang Dinanti )

Saat kita lahir, orang-orang disekitar kita tersenyum bahagia padahal kita bayi menangis meraung-raung dilahirkan di dunia. Namun apakah suatu saat meninggalkan dunia ini mereka akan sedih atau bahagia dengan ketiadaan kita. Para kekasih sangat disedihkan oleh pecintanya, hingga langit dan bumi pun ikut menangis sedih. Matahari takkan menampakkan sinarnya, langit kelam, angin tak menghembuskan diri karena kesedihan itu. 
Saat surat al Maidah ayat 3 diturunkan, Sahabat Abu Bakar sudah tampak murung karena telah menangkap sinyal kepergian Sang Kinasih. Sedangkan Sayyidina Umar meledak-ledak, marah-marah menghunuskan pedang kepada siapa saja yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad telah meninggal dunia, karena beliau tidak terima kinasih meninggalkannya.

Gus Dur, meninggal dunia dengan jutaan orang baik muslim maupun non muslim mengantarkan ke peristieahatan terakhir. Bunda Theresa, Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Muhammad Ali dan para tokoh yang dicintai masyarakat kepergiannya ditangisi dan diantar oleh ribuan bahkan jutaan orang. ketiadaaannya dirindukan oleh banyak kalangan. 

Namun tak sedikit kepergian seseorang sangat dinantikan, misalnya Presiden Suharto sekalipun sangat berjasa bagi bangsa dan negara (dalam hal tertentu) namun lengsernya dinanti para “reformis” yang menginginkan demokrasi hingga dilengserkan paksa dengan diiringi peristiwa kerusuhan 1998. 

Dalam konsep fikih manusia,  ada manusia wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Manusia Wajib adalah keberadaannya dibutuhkan dan wajib adanya, mereka para penebar kebaikan. Manusia Sunnah adalah manusia yang keberadaannya membuat orang lain senang, namun ketiadaannya pun tidak membuat orang lain sangat bersedih. Manusia mubah keberadaan dan ketiadaannya tidak berpengaruh hanya melengkapi kuantitas jumlah masyarakat. Manusia Makruh, ketiadaannya lebih dikehendaki daripada keberadaannya. Sedangkan Manusia Haram, keberadaannya tidak dikehendaki atau dengan kata lain ketiadaannya sangat dinanti oleh masyarakatnya.

Fikih manusia bukan hanya sebagai jejuluk, seperti halnya apa yang diperintahkan atau dilarang memiliki nilai kemanfaatan. Kondisi tersebut sesuai dengan illat-nya, misalnya; shalat yang diwajibkan oleh Allah memiliki nilai-nilai kemanfaatan baik untuk kesehatan jasadi maupun ketenangan jiwa serta memiliki dampak pada dalam struktur kemasyarakatan (tanha ‘an al fakhsya’i wa al munkar). Begitu pula manusia wajibah, akan memberikan kemanfaatan bagi semuanya atas keberadaannya. Kehilangan dia akan terasa ada yang sangat hilang dalam kehidupan kita dan masyarakat.

Arak atau minuman keras yang diharamkan memiliki dampak terhadap kesehatan fisik dan sosial kemasyarakatan. Selain dijauhkan dari surga dan tidak dirindukannya, terganggunya kesehatan hati (liver) dan sistem organ tubuh lainnya. Begitu pula, manusia haram akan merusak diri sendiri dengan merusak kepercayaan dan mensengsarakan orang lain dan lingkungan.

Keberadaan manusia wajib sangat dirindukan dan kepergiannya ditangisi umat bahkan alam pun turut bersedih. Sedangkan manusia makruh dan haram, kehadirannya dibenci olah banyak orang dan kepergiannya sangat dinanti ummat serta diancam oleh alam. Semoga kita termasuk orang-orang yang dinanti keberadaannya dan ditangisi serta dirindukan oleh ummat atas kepergian kita, amin. (ab)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...