Jumat, 13 April 2018

Ra Ngandel, Koen Modaroo wae Booo!!

“Doel, saya dibidngah-bidngahkan bahkan dituduh syirik dan dianggap doa saya terhadap simbok ga sampai. Bener ga Doel?”, Rasbo mengadu pada Doel Zemprull sepulang ziarah kubur simboknya.

“Kok kamu ga percoyo dengan dhawuhe Kiai Ahmad, Bo?” Malah kamu gampang ragu dengan pernyataan mereka. Mbok kamu itu punya prinsip dalam menjalankan perintah-perintah agama. selain itu kamu juga harus melibatkan rosomu, ojo mung anggo utek lan emosi.”, Doel coba menenangkan Rasbo.

Sabtu, 07 April 2018

Harapan Ahli Kubur

Pernahkah kita berempati pada orang-orang mati. Mereka tidak bisa membalasa rasa empati kita, namun rasa kita dibutuhkan mereka. Coba kita berpikir sebagai mereka yang berada dalam liang kubur, memperoleh siksa hingga menunggu hari kebangkitan. Terhadap keluarga kita bisa melakukan ziarah kubur, tahlilan, dan sedekah untuk keluarga kita. bagaimana dengan orang lain, bukan sanak-saudara kita? Saat kita ziarah, khikmah apa yang anda ambil saat melihat atau saat ziarah kubur?
https://alifdankayla.files.wordpress.com/2008/07/kuburan.jpg
Add caption
Saat melihat atau melewati kuburan kita diperintahkan untuk “uluk salam” dengan kalimat “assalamualaikum ya ahlil kubur, fainna insyaallahu bikum lahiqqun” yang artinya “kesalamatan untuk kalian wahai ahli kubur, sesungguhnya atas kehendak Allah saya akan beserta kalian”. Dari kalimat itu, kita diminta untuk selalu mendokan kepada orang lain hingga terhadap orang mati sekalipun. Dan melakukan penyadaran diri bahwa kita suatu saat akan masuk ke liang lahat seperti mereka (yang mati).

Kira-kira, apa yang kita butuhkan bila kita menjadi mereka (yang mati)?

Amal ibadah kita? doa yang hidup? Atau apa!? Amal ibadah kita serentak terhenti saat kita tercabut nyawanya, kecuali tiga amaliya; sedekah jariyah, ilmu bermanfaat dan anak yang shaleh. Pahala ketiga amaliyah tersebut akan mengalir meskipun kita telah bersemayam di kuburan, hingga tiga aset amaliyah kita tidak bermanfaat lagi.
Bagaimana bila kita tidak memiliki ketiganya?
Kita berharap kaum muslimin berdoa dengan men-cawel kita, menyebut dalam rapal doa dengan “.....muslimiin-muslimaat, mukminin-mukminaat”. Disanalah mereka akan berebut doa-doa tersebut, seperti memperebutkan makanan. Pernahkah anda melihat pesta gunungan yang diperebutkan oleh masyarakat, begitulah gambaran sederhananya. Benarkah kita memperoleh jatah? Karena keislaman dan keimanan kita yang dimungkinkan tidak masuk dalam kelompok-kelompok tersebut.
Beruntunglah bagi mereka yang sholeh dan sholehah, karena di setiap bacaan tahiyat mereka disebut “...assalamu ‘alaina wa’ala ‘ibadillahi ash-shalihin”. Sebanyak sembilan kali untuk seorang muslim taat akan mendoakannya melalui bacaan tahiyyat/tasyahud dalam shalat maktubah. Akan semakin banyak didoakan apabila seorang taat mengerjakan shalat-shalat sunnah. Dan akan dilipatgandakan dengan jumlah muslim di seluruh penjuru dunia.
Bila kita tak memiliki tiga aset amaliyah, bukan termasuk orang sholeh dan ketidakjelasan status muslim dan mukminnya kita. Apa yang akan kita harapkan?
Berharap pada anak-anak kita yang berusaha mengundang tetangga untuk mendoakan kita dengan tahlilan, menghadiahkan pahala sedekah/infak/wakaf untuk kita, dan usaha mereka untuk menjadi orang yang baik.  
Bila tidak ada yang melakukan semua itu, apa yang hendak kita harapkan?
Hanya tangisan setiap saat hingga menjelang hari kebangkitan. Berharap ada orang shaleh yang lewat di depan kubur kita dan mendoakan keselamatan kita. Untuk itu ber”uluk salam”lah kepada para ahli kubur saat kita melewati kuburan. Semoga memberikan manfaat bagi mereka yang membutuhkan dan berharap doa dari sanak keluarganya.

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...