Keluarga yang indah
menjadi bayangan bersama, tiga anak cukup bagi kita. Sendang kapit pancuran menjadi cita-citanya, satu perempuan diapit
dua kakak beradik laki-laki yang kelak akan melindungi saudara perempuannya.
Rumah mungil dengan
halaman depan yang ditumbuhi berbagai tanaman hias untuk menambah keasriannya.
Di belakang, ada kebon luas yang ditanami berbagai macam tanaman buah dan sayur
mayur. Ada rambutan, mangga, sawo, pisang dan tomat, cabe, kangkung dan bayam
untuk aktivitas pagi dan sore.
Dapur yang menghadap
ke belakang, tepat di depannya ada ruangan terbuka yang difungsikan sebagai
mushalla. Menuju mushalla melewati kolam ikan mas, koi, dan nila sehingga
seakan hidup kita tidak kering. Air wudhu mengalir ke dalam kolam, untuk
dimanfaatkan darpada terbuang sia-sia. Hidup tidak hanya egoisme kita sebagai
manusia, kita harus menjaga sinergisitas dengan alam paling tidak rumah kita
sebagai miniatur dunia yang hidup sinergi dan harmonis.
Selepas maghrib, saya
mengajar ngaji anak-anak dan membimbing belajarnya. Sedangkan mamanya
bertadarus al Qur’an dan menyiapkan untuk makan malam anak-anak, serta
kebutuhan untuk besok sekolah. Hingga terdengar suara adzan mushalla sebelah,
saya panggil Si Raihan untuk kumandangkan adzan sebagai tanda kita akan
tunaikan shalat berjamaah.
Kantor kita yang
searah sehingga selalu berangkat kerja bareng, anak-anak juga turut serta untuk
sekolah. Si kecil beserta pengasuh dan bibinya di rumah. Bila pulang pun saya
sempatkan untuk jemput, bila sudah pulang duluan kuberharap dia menyambutku
dengan senyum dan ciuman sayang.
Bahkan sesekali dia
terlihat menggairahkan, sudah wangi dan ayu saat aku pulang dari kantor. Kuajak
turut serta ke kamar bahkan pernah kejadian di ruang keluarga di atas sofa
panjang untuk melepas kerinduan. Rumah ini ditempati saat menghabiskan
aktivitas sehari-hari, pekerjaan saya dan dia serta pendidikan anak-anak.
Satu rumah lagi yang berada
di daerah pegunungan. Dengan luas satu hektar, berdiri rumah kecil dan 3
petakan untuk yang menjaga dan mengurus kebun. Selain ditanami sayur dan
palawija, ada tiga kolam ikan dan sapi serta kambing etawa. Kelinci Australi
dan Anggora, berada tepat di belakang rumah.
Kita bisa menikmati
hasil kebun, minum susu sapi atau kambing, bakar-bakaran ikan tanpa harus
membeli. Bila ingin sate kelinci, tersedia kelinci australia yang gemuk-gemuk.
Untuk buat telur mata sapi atau minuman STMJ tinggal ambil telur ayam kampung
di belakang. Walaupun dia tak suka, kita memiara ayam karena terlalu bising
saat berkokok, namun itu salah satu survival orang kampung tempo dulu dan aku
ingin mengajarkan pada anak-anak tentang hal itu.
Pulang ke rumah di
puncak serta liburan bareng anak-anak untuk menikmati suasana pegunungan, lepas
dari hiruk pikuk ramainya Ibu Kota. Sabtu dan Minggu menjadi moment yang indah
untuk keluarga, rekreasi tanpa biaya. Anak-anak main di sawah/kebun dan mancing
ikan bareng anak-anak penjaga rumah.
Saya dan mamanya,
membantu Pak Samin dan istrinya memanem sayur dan buah yang telah masak. Sedang
mak ijah menyiapkan santap siang, untuk kita makan bersama di gaziboo belakang rumah.
Di rumah petakan ada
dua keluarga yang hidup dari hasil perkebunan, kolam dan ternak. Mereka seperti
keluarga sendiri, walaupun hanya menunggu dan mengurusi rumah kami tak
membedakan mereka sebagai kacung atau jongos. Kubiarkan anak-anak main bareng
anak-anak mereka, dan anak-anak mereka harus sekolah dan menjadi orang sukses
kelak.
Malam beranjak,
anak-anak terlelap tidur kecapekan. Papa dan mamanya asyik masyuq memadu kasih dalam suasana dingin pegunungan yang
menambah romantisme dan kehangatan bercinta. Seakan tiap minggu, selalu bulan
madu untuk menjaga keharmonisan dan rasa sayang kita berdua.
Lelah dan terlelap
dalam keheningan yang diiringi nyanyian jangkrik dan belalang, kita berpelukan
tak berbusana hanya ditutupi selimut yang menjadikan lebih sayang dan serasa
tak ingin melepaskan pelukan.
Badan terasa berat
tertindih, sambil terdengar sayup-sayup orang mengaji dari masjid di kejauhan.
Mama telah berada di atas tubuh, dengan terengah-engah minta nambah jatah.
Maklumlah kesibukan kita masing-masing, sehingga jarang melakukan seperti ini.
Saya asik dengan kesibukan menulis hingga larut malam, saat masuk ke peraduan
dia sudah terlelap menunggu kecapaian. Begitu pula, saat akhir bulan, begitu
sibuknya dia hingga seakan saya terlupakan. Kertas berserak di meja kerja dalam
kamar, bahkan kadang saya harus membopongnya karena terlelap beserta kertas
kerjanya di lantai kamar.
Mandi besar dengan
diinginnya air pegunungan seakan malas melakukannya, “Paa,...cepat mandi, yukk
jamaah sholat shubuh. Apa papa tak mau tahajudan,......”, terdengar suaranya
bangunkan saya.
Begitulah kita
menikmati saat ada kesempatan untuk pulang ke rumah di Puncak, sebab tak mesti
tiap minggu mempunyai kesempatan bersama jalan-jalan. Saat saya harus ke daerah
mengambil data-data tulisan, bisa hampir sebulan kita tak bertemu. Mengajaknya
pun sangat susah, karena dia memiliki kesibukannya dan harus ijin sama
pimpinannya. Dan tak bisa tiap bulan saya mengajak ke luar daerah.
Kalau tidak saya yang
pergi, saat dia ada acara dinas luar pun aku ditinggal untuk mengurus diri dan
anak-anak. Bila dekat, dia minta jemput untuk tidur di rumah. Jarangnya kita
bertemu, menambah rindu dan tak ingin ada pertengkaran dalam rumah tangga.
Hari Minggu telah
sore namun anak-anak belum pulang, masih asik bermain. Mamanya telah mengemasi
barang-barang, dan sedikit hasil kebun, buah dan sayur serta ikan yang
dimasukkan dalam box pendingin untuk dibawa pulang ke Jakarta. Setelah anak-anak
pulang, bersihkan diri kita mulai melaju menuju Ibu Kota untuk melakukan kesibukan kerja dan anak-anak harus sekolah.
----- ---- ----
Seminggu kemudian ada
tugas ke luar daerah. Sebelum berangkat, malamnya kita habiskan waktu untuk
bercinta. Bahkan terkadang nambah sebelum subuh, atau dia berangkat agak
terlambat ke kantor. Selepas ngantar anak-anak, mamanya minta ditinggalin lagi.
Bila kangen, dan
kepengen saat dirantau kusempatkan untuk pulang sebentar atau sesekali kita bermesraan
melalui telepon. Bahkan kadang sex by
phone, dengan mengingat saat-saat bermain di rumah. Meskipun harus membutuhkan
memori yang kuat untuk mengingat kebiasan seksual saat di rumah. Walaupun tak
senikmat berhubungan badan langsung, paling tidak sebagai upaya untuk menjaga
keharmonisan keluarga.
Terpikir juga bila
itu suatu kezaliman, karena menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Apakah
saya dan isteri termasuk orang-orang yang beruntung..? karena tak bisa menjaga
farji kita yang seharusnya digunakan sebagaimana mestinya, harus beronani dan masturbasi dengan by phone
untuk melepas kerinduan.
Aku lakukan demikian
bila kangen untuk menjaga kemesraan kita karena keterbatasan untuk berhubungan
seksual saat aku atau dia tugas di daerah. Dia pun menikmatinya, dengan
pertimbangan bahwa dia merasa sangat dirindukan, dan dibutuhkan keganasan di
ranjang. Selain itu, dia tak ingin aku berdosa karena nakal dan membawa
penyakit kelamin ke rumah.
Mungkin Tuhan akan
lebih mengampuniku dibandingkan harus jajan mencari amoy atau tempat-tempat massage
hanya untuk mengeluarkan sperma sebagai kenikmatan sesaat. Paling tidak, aku
semakin rindu pada nakalnya istriku saat di ranjang, wallahu a’lam.
Bila kerinduan begitu
mengganggu fikiran, kuputuskan untuk pulang terlebih dahulu untuk memenuhi
hasrat diri serta menengok anak-anak. Atau dia yang harus berangkat menyusulku
di tempat tugas. Selain melepas rindu juga bertamasya bersama, sesekali
berserta anak-anak untuk menjaga hubungan keakraban dan keharmonisan dalam
keluarga.
#penggalan cerita "Siluette Cinta"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar