Senin, 14 Maret 2016

Dagelan Kehormatan

Orang-orang yang memiliki jabatan dan kedudukan "terpaksa" harus diletakkan pada maqom orang-orang yang terhormat. Kok terpaksa ?, iyalah,..kita juga tidak tahu apakah mereka berperilaku sebagai orang yang pantas dihormati atau tidak. Ada yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga, tertangkap nyabu, korupsi, berbuat mesum dan tindakan-tindakan yang merendahkan kehormatannya.
Sama halnya dengan seorang perempuan anak orang kaya, dengan pakaian "You Can See" digodain sama anak-anak muda yang kongkow di buk jembatan dan marah-marah ngomong bahwa dia dari keluarga terhormat. Kita tidak tahu anak-anak perempuan orang kaya di Jakarta yang pulang malem dengan pakian seperti itu bisa disebut terhormat ? atau kehormatan mengalami penyempitan makna hanya pada jabatan, kedudukan dan kekayaan ?

Orang-orang yang disebut dokter, maka dia pernah sekolah di kedokteran dan berprofesi sebagai dokter dan mereka yang disebut Nelayan, Petani, Pedagang, Penjual Jamu, Direktur, Kuli Panggul, Seniman, dan profesi lainnya adalah kata mbenda yang disifati oleh aktivitas yang dilakukan. Lebih tinggi lagi kita meyakini bahwa Tuhan itu Yang Maha Esa, karena tidak ada lainnya yang pantas dituhankan selain Tuhan itu sendiri. Tuhan itu Yang Maha Pengasih, berarti memiliki kasih sayang yang tiada batas. Persifatan Tuhan merupakan kenyataan yang wajib dimiliki atau tidak oleh Tuhan. 
Lah,...kalo "Yang Terhormat", atau "Yang Mulia" ...?

Yang terhormat haruslah mereka yang memiliki karakter, sikap dan sifat yang mencerminkan kehormatan itu sendiri. Bila jabatan, kedudukan dan kekayaan dianggap sudah mewakili indikator kehormatan maka tidak perlu memiliki etika, sopan santun, unggah-ungguh yang sesuai dengan norma. Begitu juga dengan "Yang Mulia", mereka dimuliakan Allah karena melakukan tindakan-tindakan mulia. 

Bila kita berdoa, "Ya Allah Ya Karim, Akrimna ya Allah", maka  ada dua kemungkinan. Pertama, Tuhan sekonyong-konyong memberikan kemuliaan pada orang yang berdoa tersebut, karena Tuhan memiliki otoritas penuh "kun fayakun". Kedua, orang tersebut harus kasab ikhtiyar untuk melakukan hal-hal yang dapat memuliakan dirinya di sisi Allah seperti berakhlak mulia, memperbanyak dzikir dan mengerjakan sunnah.Yang banyak berlaku otoritas Tuhan sesuai dengan sunnah-Nya, yang harus diraih dengan usaha manusia.

Apabila kedua panggilan tersebut - Yang Mulia dan Yang Terhormat - tidak terpenuhi sebagai bentuk kehormatan dan kemuliaan maka yang ada hanya dagelan kehormatan. Lucu,...lah, masak penyayi enggak bisa nyanyi, Koki enggak bisa masak, sopir kok enggak bisa nyopir dan suami yang tidak bisa bertindak sebagai suami. Semua itu adalah dagelan yang dipertontonkan, dan slenco dari kenyataan. Tidak mempunyai kesempatan untuk ngelawak atau ngartis dan tak mempunyai waktu untuk ikut stand up comedy. Mumpung ada gratisan masuk tivi, meski tak dibayar kan cukup untuk mendongkrak suara pada pemilu berikutnya. Atau menaikkan rating dan popularitas seseorang.

Merekalah orang-orang yang berilmu yang mengamalkan ilmunya untuk memuliakan manusia dan berakhlak mulia yang pantas disebut terhormat atau mulia. Jabatan, kedudukan dan kekayaan bukanlah ukuran manusia itu terhormat dan dihormati atau dimuliakan, watak ketiganya cenderung pada arogansi dan kesewenang-wenangan kecuali bagi mereka yang menganggap ketiganya sebagai alat untuk menuju kemuliaan, tentunya dengan ilmu dan takwa. (dz al Q-Shod)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...