Angka-angka itu seakan merupakan tangga kehidupan yang harus dilakukan kita. Kita dilahirkan tanpa memiliki apapun, agama menyebutkan dalam keadaan fitrah, teori mengatakan manusia dilahirkan dalam keadaan kosong seperti kertas putih yang harus dicorat-coret sehingga kehidupan mencapai puncak kesempurnaan.
Pertama yang harus diisikan dalam diri kita dan anak-anak kita adalah angka 1, tauhid atau keesaan Allah. Luqman al Hakim berpesan pada anaknya; "Hai anakku, Janganlah kamu menyekutukan Allah, karena sesungguhnya menyekutukan-Nya adalah dosa (kesesatan) yang sangat-sangat besar". Dan "Allah tidak akan mengampuni bila kita menyekutukan-Nya dan mengampuni dosa selainya kepada orang-orang yang dikehendaki".
Tauhid (agama) menjadi landasan utama dalam mencapai angka sembilan (9) atau kesempurnaan. Kesempurnaan dapat kita maknai dengan baik di dunia dan akhirat (hasanah fi al dunya wa fil akhirah), juga dapat kita maknai sebagai pencapaian derajat yang tinggi di sisi Allah, yaitu taqwa. Kesempurnaan bukan menafikan dunia, bukan tidak boleh sukses dalam pekerjaan, bukan tidak boleh kaya raya, melainkan semua itu hanyalah hasil sementara dari proses kebaikan yang digunakan sebagai alat untuk taqarruban ila Allah (dalam rangka mencapai takwa).
Setelah mencapai puncak, maka kita pun harus kembali pada Allah 0 (nol), menjadi nir dan tidak memiliki apapun. Ibadah kita, amalan baik kita, shalat, puasa dan sedekah kita, haji kita, dan seluruh kebaikan kita menjadi tak berarti di-nol-kan dihadapan Allah swt. Kita pun dikembalikan kepada Allah hanya berbekal kain kaffan, meninggalkan seluruh kesuksesan yang telah kita upayakan di dunia. Selamat menapaki, jalan kehidupan seperti hitungan angka-angka matematika kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar