Senin, 10 Desember 2018

Generasi Dispenser

Di era millenial kita diperkenalkan dengan istilah jaman old dan jaman now, sebuah perpaduan lucu-lucuan atau karena seringnya orang Indonesia mencampur-adukkan bahasa Indonesia dan Inggris dalam percakapan. Padahal saat ini yang disebut sebagai jaman now, pada waktunya akan menjadi jaman old di era generasi berikutnya.

Dalam hal mencari pasangan hidup, bagi anak-anak jaman old sangat rumit dengan berbagai kriteria. Mereka yang pernah mengaji, menempatkan Islam sebagai pilhan pertama, dapat memberikan keturunan, pandai, kaya dan cantik atau guanteng pada posisi yang paling akhir. Bahkan cinta yang dirajut sejak cinta monyet, menjadi kandas gegara hitung-hitungan weton (hari kelahiran). Bila ada dua atau lebih, pilihan yang sesuai maka istikharah menjadi salah satu cara untuk menentukannya. Mungkin saja, di saat sekarang dengan dua pilihan yang sama-sama berbobot, anak-anak jaman now hanya menggunakan uang koin yang dilempar ke atas untuk menentukan salah satu pilihannya. 

Untuk menarik simpatik dari camer (calon mertua), cowok jaman old harus menyiapkan diri, minimal mereka harus bisa ngaji atau pernah nyantri dimana bagi para camer yang berorientasi pada kemampuan mengaji calon menantu. Bagi camer yang berorientasi pada sakinah adalah ketercukupan kebutuhan, maka para cowok harus sudah bekerja mapan.  Dan untuk para jomblowati jaman old, tidaklah sulit untuk mencari-cari cowok karena biasanya mereka dilamar atau dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Mereka harus patuh pada tradisi dan orang tua, untuk menjalani tradisi demikian. 

Berbeda dengan jaman now, cewek-cewek jomblowati melihat cowok yang guanteng, lumayan tajir, perawakan bagus, keren dibilang “cool”. Istilah ini mungkin saja dianalogikan dengan kulkas, dengan perawakan gagah dan tinggi, bermerk Sharp atau Samsung, dan di dalamnya banyak makanan yang disimpan. Cowok ini akan menjadi idola dan dambaan banyak cewek, sehingga bagi si cowok hanya bermodal menjadi “kulkas” bermerek mempunyai banyak pilihan untuk menentukan pasangannya. 

Sedangkan para jomblowan jaman now, menilai cewek-cewek yang cantik, agresif, lincah, genit dan cukup berduit dianggap sebagai cewek yang “hot”. Hot atau panas dalam benak para lelaki hidung belang (maaf bagi yang tidak belang), tidak lepas dari permainan di ranjang. Namun bisa saja, peristilahan ini sebagai penilaian bahwa cewek semacam itu dapat membuat mata terbelalak (jadi melek), ibarat sedang mengantuk kemudian diminumi kopi panas (hot coffee) sehingga menjadi melek. Minum hot milk, hot cocolate, dan hot-hot lainnya dapat menyegarkan pikiran dan melek mata. 

Bila cowok “cool” dan cewek “hot” menemukan kecocokannya untuk menjalin hubungan asmara dan melanjutkan ke jenjang pernikahan, maka akan terlahir generasi dispenser. Generasi ini adalah generasi instan dengan memiliki perbekalan yang cukup. 

Bagi generasi old, mereka harus mengetahui cara-cara untuk menjalankan hidup atau dapat mengurus dirinya sendiri sebagai bekal untuk mengurus isteri/suami dan anak-anaknya kelak. Mereka harus belajar menanak nasi dari panci biasa hingga yang menggunakan sarangan. Merebus air pun menjadi kurang benar bila air terasa bau sangit karena pengaturan perapian tungku yang tidak benar. Atau air berasa bau minyak tanah, bila direbus dengan kompor minyak. Yang laki-laki harus belajar menggunakan cangkul, sabit, dan parang untuk siap menjadi petani atau buruh tani. Belajar mencuci pakaian sendiri agar kelak tidak merasa kepayahan saat mencucikan pakaian suami/isteri dan anak-anaknya. 

Bagi generasi dispenser, tidaklah perlu berpayah-payah belajar menghidupkan perapian untuk merebus air, menanak nasi atau memasak lainnya yang dilakukan para generasi old. Untuk minum air dingin mereka tak perlu menyimpan air di dalam kendi atau membeli kulkas, cukup pencet tombol “cool”. Untuk membuat hot coffee atau hot tea, cukup seduh kopi atau teh dengan pencet tombol “hot”. Makanan mereka adalah fast food, untuk makan  indomie tak perlu repot-repot memasaknya. Cukup mie instan diseduh dengan air panas (hot water) dispenser. Begitu pula sudah banyak tersedia minuman dan nasi liwet yang hanya diseduh menggunakan air panas. Mereka menganggap hidup mereka lebih keren, tidak membuang waktu sia-sia hanya untuk membuat perapian, mencari kayu bakar dan seterusnya. 

Untuk berdagang, para generasi dispenser tak harus belajar berkomunikasi langsung dengan baik terhadap customernya. Perdagangan mereka merupakan perdagangan tanpa tatap muka, atau bisa dilakukan tatap muka dengan video call tak harus jumpa darat. Bila pun harus jumpa darat maka proses tawar menawarnya sudah jadi tinggal dibayar dengan melihat barang dan penjualnya atau dengan istilah cash on delevery (COD).

Generasi ini lahir dari ketercukupan kedua orang tuanya (hot n cool), dari modal kakek neneknya yang berduit. Bila salah dalam mendidiknya, mereka akan terjebak pada kehidupan hedonis dan foya-foya serta minim keterampilan dan akhirnya generasi ini harus belajar lagi tentang ketahanan hidup. Benar memang, cara bertahan hidup (survival) genarasi old, now dan dispenser tidak dapat disamakan karena perbedaan jaman.(Ab)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...