Selasa, 11 Desember 2018

Mental Penanam Pohon, Kangkung dan Tengkulak


Ada orang yang suka menanam biji atau bibit pohon berkayu besar. Dengan sabar penanam pohon itu memiliki harapan yang lebih luas, agar lingkungannya rindang, sumber air sumur, ada burung prenjak atau kutilang yang bercuitan sambil mengais ulat di pepohonan, dan pohon-pohon itu kelak berbuah untuk dimakan. Mereka tak hanya berbagi antar sesama manusia, namun codot, lalat buah, ulat buah, tikus pohon dapat menikmati buah tanaman tersebut. Disamping itu ada pencari kayu bakar yang mengais ranting kering, tumbuh jamur, dan perdu di sekitar pohon dan akhirnya akan menjadi rumah besar ekosistem baru yang saling menjalankan fungsi untuk keberlangsungan hidup. 

Gagasan dan tindakan penanam pohon itu dianggap tak masuk akal. Mereka dibully karena bertahun-tahun belum memanen buah dari biji yang ditanamnya. Bully-an itu muncul karena kedunguan penanam atau penerima gagasan itu sempit otaknya, dendrit dan norit-nya belum berkembang karena menutup tafakkur atas diri dan lingkungannya. Itu pun terjadi dengan Nuh as., yang ditertawakan dan diejek oleh kaumnya karena membuat kapal di musim kemarau. Nuh as hanya menjalankan perintah langit dan akhirnya menyelematkan generasi makhluk hidup hingga saat ini dan mendatang. 

Tak banyak orang yang sabar menanam biji atau bibit pohon berkayu atau mengambil tindakan seperti Nuh as. Mereka tidak populis, tidak dielu-elukan oleh masyarakat dan  belum tentu merasakan buah, kayu, atau dahan hasil tanamannya. Bisa saja, saat pohon-pohon itu besar dan berbuah, penanam itu sudah meninggal dunia. Orang-orang seperti ini memilih tidak terkenal, tidak muncul dipermukaan hiruk pikuknya politik, pemerintahan, masyarakat atau menjadi kiai selebritis. Mereka tetap istiqamah dengan gagasan dan tindakannya untuk menyelamatkan kehidupan dengan aman dan nyaman. Mari sejenak kita mengingat atau membaca kembali tindakan-tindakan demikian. 

Khidhir as. membocori perahu, membakar rumah dan membunuh anak kecil sebagai suatu tindakan yang tidak masuk akal Nabi Musa as. Dan Musa dilarang untuk memprotes tindakan-tindakan tersebut. Nuh as., membuat kapal di musim kemarau, Ayub as yang mengeluarkan belatung dalam lukanya saat akan bersuci dan memasukkan kembali setelah selesai beribadah kepada Allah swt. Di tingkat para kiai, kita bisa membaca cerita Kiai Hamim Jazuly (Gus Miek) yang selalu mengunjungi dunia “hitam”, bahkan beliau dianggap sesat karena tindakannya dengan keluar masuk kompleks pelacuran. Gus Dur, anjang sana ke negara-negara yang dianggap oleh rival politiknya sebagai bentuk kesempatan untuk jalan-jalan ke luar negeri. 

Orang-orang seperti itu, meminjam istilah Gus Dur; “menjadi pencegah kebakaran dibandingkan menjadi pemadam kebakaran”. Pencegah kebakaran, sudah mengetahui potensi kebakaran lalu mereka mencegahnya. Sedangkan “pemadam kebakaran”, mereka sudah mengetahui akan terjadi kebakaran, namun dibiarkan terbakar kemudian mereka melakukan aksi heroik untuk memadamkan apinya. Siapa yang dielukan? Siapa yang akan menjadi pahlawan? Siapa yang akan memperoleh jasa? Mereka adalah sang pemadam, namun masyarakat luas yang dirugikan atas perilaku yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. 

Berbeda dengan para penanam biji pohon berkayu, ada penanam bayam, kangkung, kucai, sawi, selada dan sayuran serta buah-buahan perdu. Mereka memilih menanam sayuran dan buah perdu, karena lebih cepat dipanen hasilnya. Sawi, bayam, kangkung dan sayuran lainnya hanya membutuhkan 25-30 hari untuk panen. Tanaman buah perdu seperti cabai, tomat, dan kacang panjang dapat dipanen setelah usia 35-40 hari. Hasil tanamnya dimanfaatkan oleh orang lain sebagai sumber protein, vitamin dan mineral bagi tubuh. 

Menganologikan para penanam kangkung dan sejenisnya, ada orang-orang yang memiliki mental demikian. Mereka akan cepat meminta imbalan atas tindakan dan perannya di masyarakat, kelompok, partai, birokrasi dan lainnya. Mental hipokirisi ini sangat mengedepankan apa yang saya dapat dari kontribusinya dengan cepat. Mereka tidak tahan truko, topo, ngelih, dan tirakat dalam waktu yang panjang. Mereka harus berbuka dan makan enak setelah 35 hari menanam sayur dan buah perdu kebaikannya. Dan akan mengulangi daur aktivitas hingga akhir masanya dan seterusnya mengikuti siklus kehidupannya. Mereka ingin merengguk hasil tanamannya, bahagia disanjung-sanjung, dicium tangannya dan diberi hadiah.

Apa yang ditanam tak kuat atau tahan diterpa hujan dan badai karena akarnya tidak kokoh, pohon serta daunnya mudah busuk. Ide dan gagasannya hilang setelah mendapatkan upahnya, dan generasinya hilang karena busuk terendam gejolak jaman tercerabut dari akarnya dan terombang-ambing. Pemberi ide dan gagasan tidak bisa menjadi penopang mereka, karena meninggalkannya demi untuk berbuka atau karena rakus oleh upah yang dikejarnya. 

Selain dua itu, ada pula yang bermental tengkulak. Mereka kesana-kemari mencari dan membeli dagangan bahkan kalau perlu ngutil, menipu, atau “merampok” kemudian menjualnya dengan klaim sebagai produknya. Dalam pertanian kita mengenal sistem ijon untuk mendapatkan barang, tengkulak menawarkan pinjaman yang mencekik para petaninya. Orang-orang yang bermental seperti ini tidak memilki orisinal ide dan gagasan, bahkan mereka tak berniat memiliki produk sama sekali. Membeli murah bahkan sangat murah dengan dalih ekonomi lesu, inflasi, kurs rupiah merosot dan beragam alasan untuk mendapatkan barang yang sangat murah dari petani atau produsen rumahan yang hanya tahu bagaimana menanam dan membuat hasta karyanya. 

Mereka mengambilnya tanpa rasa kemanusiaan, tanpa empati kehidupannya, tanpa welas asih, hanya nafsu untuk memperoleh keuntungan besar. Membeli dengan murah dan menjualnya dengan mahal, tanpa ada jaminan kualitas produknya. Kulitas produk dibebankan pada para petani dan perajin rumahan yang di-pressure untuk menghasilkan produk yang bagus. Mereka akan menyalahkan petani yang bersusah payah ngrumat tanamannya, dan para pengrajin rumahan yang telaten untuk memperoleh sesuap nasi melangsungkan kehidupannya. Mereka akan cuci tangan dan menyalahkan sekitarnya, bahkan Tuhan pun bila perlu akan dipersalahkan karena ibadahnya tak memiliki atsar pada kepentingan duniawinya. 

Dari ketiga tipe di atas, mana yang paling cocok dengan diri kita, sebagai penanam biji pohon, penanam kangkung atau tengkulak? 
(Abdul Basid)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...