Sabtu, 24 Juli 2021

Pendidikan Itu Membanggakan

Setelah selesai pengambilan raport di akhir semester, tak sengaja ibu-ibu berkumpul membincangkan raport anak-anak mereka. Mereka membincangkan nilai mata pelajaran hingga ranking kelas. Bagi orang tua yang anaknya tidak memiliki nilai bagus atau tak mendapatkan ranking di kelasnya, memilih untuk menghindari kumpul-kumpul tersebut.

“Anak saya matematikanya bagus”, kata Bu Ekha.

“Anakmu dapat ranking berapa, Bu?”, tanya Bundanya Azka.

“Alhamdulillah, dapat ranking lima”, Jawab Bu Ekha.

“Kasihan tuh, anaknya Markonah ranking mbuncit (paling akhir). Dah, gitu anaknya nakal lagi”, lanjut Bu Ekha setelah puas mendengar jawaban Bunda Azka.

Selain perbincangan sekilas setelah terima raport, bahkan kadang dilanjut setelah sampai rumah dan bertemu dengan ibu-ibu lain yang memiliki anak yang bersekolah. Ada juga yang membuat status bertuliskan, “Alhamdulillah ‘ala kulli hal, ananda helmi mendapat ranking 1, terus belajar nak agar kamu jadi orang sukses dan shaleh”, sambil memosting foto raport dari ranking anaknya di wathsap, facebook dan instagram.

Apa yang dikehendaki ibu-ibu dari perbincangan dan postingan di medsos seputar nilai dan ranking di raport anaknya? Bangga terhadap hasil sekolah anak-anaknya. Anak-anak bisa buat dipamerkan pada khalayak. Meski kebanggaan seperti kurang tepat, namun itulah realita di masyarakat yang wajar.

Di kampung, anak laki-laki yang akan disunat harus bisa membaca Alquran. Biasanya saat slametan atau walimah al-khitan, anak yang disunat menunjukkan kebolehannya membaca surat-surat pendek al-Quran pada juzz 30. Kegiatan yang demikian disebut warga sebagai Kataman Qur’an (khatmilquran). Tradisi itu baik, untuk menginjakkan pada usia akil baligh, anak laki-laki harus bisa membaca al-Quran dengan fasih. Namun, apakah benar tujuan tersebut untuk mempersiapkan anak laki-laki menyambut usia mukallaf?

Orang tua memberikan dorongan moril dengan memberikan syarat pada anak laki-lakinya yang sudah minta disunat. Mereka akan bilang: “Bila belum bisa baca Quran belum disunat”. Semakin tambah usia anak semakin malu bila belum disunat, sehingga anak-anak harus semangat rajin mengaji agar bisa baca Quran dan lebih cepat disunat. Bila sudah bisa mengaji al-Quran dengan baik, pertimbangannya keberanian anak saja. Ucapan orang tua merupakan mootivasi untuk anak agar segera dapat membaca al-Quran dengan baik. Toh, bila sama sekali tak bisa baca pun tetaplah disunat. Ada perasaan bangga bagi orang tua saat anak-anaknya sudah bisa membaca al-Quran dengan ditunjukkan dalam acara Kataman Quran. Ini tidak berlaku bagi anak perempuan. Anak laki-laki adalah calon suami yang harus mendidik isterinya, calon kepala rumah tangga yang dapat menjadi teladan dan mengajari isteri dan anak-anaknya.

Coba lihat Mbok Darmi yang selalu menceritakan kesuksesan anak-anaknya yang bekerja merantau di Jakarta. Sambil memijit kliennya, Mbok Darmi menceritakan pengorbanannya menyekolahkan anaknya dari hasil kerja sebagai pemijat tradisional. Dia selalu menceritakan anaknya yang selalu menjadi juara kelas hingga kuliah di perguruan tinggi negeri yang keren dan mendapatkan pekerjaan yang baik di ibu kota sebagai petinggi di perusahaan multi nasional.

“Mbok, kenapa tidak ikut tinggal di jakarta?”, tanya Mak Sumi yang sedang dipijit oleh Mbok Darmi.

“Tidak. Saya tidak betah di Jakarta. Rumahnya besar, ada 2 pembantu, kamarnya ber-AC, dan kemana-kemana dianter sama sopirnya”, jawab Mbok Darmi sambil mendeskripsikan kelengkapan fasilitas rumah anaknya.

“Kan enak, Mbok. Kenapa tidak betah, Mbok?”, tanya Mak Sumi dengan penasaran.

“Disana jarang bertemu dengan anak dan menantu saya, mereka sibuk bekerja. Anak-anak mereka juga sibuk sekolah, les privat, main laptop, dan pergi jalan-jalan”, Mbok Darmi mulai mengutarakan rasa kecewa tinggal di rumah anaknya.

Percakapan Mbok Darmi dengan Mak Sumi menunjukkan kebanggaan orang tua terhadap kesuksesan anaknya, dari masa sekolah, kuliah hingga memperoleh pekerjaan dan memiliki rumah serba lengkap. Disamping kebanggaan, Mbok Darmi menaruh kekecewaan kepada anaknya, sebab jarang bertemu dengan anak dan menantunya karena kesibukan. Jauh dari bayangan Mbok Darmi, setiap hari bisa ngobrol dengan anak dan menantunya seperti kehidupan orang kampung.

Bahkan mbok Darmi tak pernah mendengarkan anak, menantu dan cucunya membaca al-Quran setiap harinya. Paling tidak seminggu sekali baca surat yasin dan tahlilan untuk berkirim doa kepada bapaknya yang telah meninggal dunia. Bayang angan-angan Mbok Darmi tertuju pada Ahmad putra Sarmin, tetangga sebelah rumahnya.

Meski rumah Ahmad kecil terbuat dari dinding bambu, lantainya masih plesteran biasa. Setiap bakda maghrib dan subuh terdengar lantunan ayat-ayat suci al-Quran anak-anaknya (cucu Sarmin). Maklum dinding rumahnya tidak kedap, karena masih ada rongga-rongga anyaman bambu sehingga suara anak-anak Ahmad terdengar ke telinga Mbok Darmi. Tiap malam Jumat Ahmad mengadakan tahlilan sekeluarga untuk mendoakan Pak Sarmin dan Pariyem yang sudah sepuluh tahunan meninggal dunia.

Tak sadar pipi Mbok Darmi basah karena air mata mengalir ke pipi. Dan dengan sigap Mak Sumi langsung tanya: “Nangis kenapa, Mbok?”

“Tidak apa-apa, Sum. Cuma mikir saja, saya masih hidup saja tak pernah dengar suara ngaji anak dan menantu serta cucu saya, bagaimana kalau saya meninggal? Apakah saya akan dikirimi doa-doa dari anak cucu saya?”, jawab Mbok Darmi dengan kesedihan mendalam. Maklum usia Mbok Darmi sudah 60 tahun. Meski sudah kepala enam, Mbok Darmi masih kuat memijit orang-orang yang membutuhkannya.

“Tidak apa-apa, Mbok. Anakmu kan duite akeh, ngko tiap bulan anakmu bisa undang ornag-orang untuk mendoakan Mbok Darmi”, jawab Mak Sum, untuk menenangkan kegelisahan Mbok Darmi.

Kesuksesan anak Mbok Darmi adalah kesuksesan Mbok Darmi untuk merubah kehidupan anaknya menjadi sukses. Kehidupan anaknya tidak seperti kehidupannya yang serba kurang, rumahnya sempit dan pengap, bau amis ikan asin, dan tidur tidak nyaman. Susah dan derita dirinya menjadi lecut tekad bulat, agar anak-anaknya tidak sesusah dirinya. Mereka harus bersekolah agar bisa memperoleh pekerjaan yang dapat menghasilkan uang banyak, bisa membeli rumah mewah, membeli kendaraan bagus, dan dapat menikmati kebahagiaan. Anak Mbok Darmi sukses sesuai dengan doa dan pengharapannya. Kekayaan dan kesuksesan anaknya menjadi sebuah kebanggaan yang dapat diceritakan ke semua orang. Meski tanpa diceritakan Mbok Darmi pun orang-orang kampung dapat melihat kesuksesan anaknya.

Kebanggaan Mbok Darmi menyimpan kesedihan. Meski bangga dengan kesuksesan anaknya, dia sedih dan tidak bisa membanggakan dan mengharap kepada anaknya seperti anaknya Pak Sarmin. Meski tidak kaya, pekerjaan serabutan, penghasilan tak menentu, hanya memiliki sepeda motor butut, Ahmad bisa menyempatkan diri untuk menghadiahkan bacaan al-Quran setiap malam kepada orang tuanya. Dan secara khusus menghadiahkan dzikir dan tahlil pada malam Jumat di setiap pekan.

Kebanggaan apa yang diperoleh orang tua terhadap hasil pendidikan anak-anaknya? Minimal ada empat kebanggaan terhadap proses pendidikan anak-anak mereka. Pertama, Orang tua bangga terhadap anak-anaknya saat mereka mampu belajar dengan baik, bahkan dapat memperoleh prestasi di sekolah. Bahkan mereka rela membela anak-anak mereka dengan menceritakan kehebatan penguasaan pelajaran anak-anaknya meski jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Misalnya, mereka menceritakan anaknya pinter ini dan itu, meski jauh dari dari itu.

Kedua, orang tua bangga terhadap anak-anaknya saat dapat menyelesaikan studinya dengan baik, apalagi memperoleh nilai tertinggi. Bisa-bisa seluruh kampung mendengar ceritanya tentang prestasi anak-anaknya. Ketiga, orang tua bangga dengan kesuksesan anak-anaknya dapat memperoleh pekerjaan yang bisa dibangga-banggakan. Paling tidak, kehidupan anak-anaknya tidak semenderita kehidupan mereka.

Keempat, kebanggan mereka melihat anak-anaknya memilki perhatian terhadap dirinya dan menjalankan ibadah dengan taat. Mereka minta disambangi, dikunjungi, diajak ngobrol. Mereka bangga bila melihat anak-anak mereka dapat menjalankan agamanya dengan baik, hingga suatu saat setelah mereka meninggal akan selalu dikirimi doa. Dalam Islam, anak-anak seperti itu adalah anak-anak yang shalih yang selalu mendoakan orang tuanya. Anak-anak tersebut menjadi sumber pahala yang takkan pernah putus, akan terus bersambung bila cucu, buyut, cicit, dan keturunannya menjadi orang-orang baik (shalih).

Tiada guna, anak-anak yang meraih keilmuan yang tinggi, kesuksesan jabatan, banyaknya harta yang dia kumpulkan, namun lupa terhadap orang tuanya yang telah meninggal. Mereka didoakan setahun sekali saat peringatan haul dengan mengundang tetangga, dikunjungi kuburnya setahun sekali saat mudik untuk membersihkan rumput yang tumbuh di atas kubur orang tuanya. Semoga kita menjadi anak-anak yang bisa dibanggakan orang tua dan memiliki anak-anak serta keturunan dalam kebanggaan yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...