Jumat, 20 Agustus 2021

Suro: Bulan Yang Disakralkan

Bulan Suro dalam penanggalan Jawa merupakan bulan Muharram dalam penanggalan Hijriyah dalam penanggalan Islam. Keduanya menggunakan sonar eclips dalam menentukan awal bulan. Dalam penanggalan Islam dikenal dengan penghitungan (hisab) dan pemantauan hilal secara langsung (ru’yatulhilal). Untuk penentuan awal bulan Ramadhan dan Iedulfitri, ru’yatulhilal dilakukan secara detail di beberapa titik pengamatan. Hal ini dilakukan karena terkait peribadatan puasa wajib.

Dalam budaya masyarakat Jawa, pada bulan ini dilarang untuk menyelenggarakan hajatan atau pesata pernikahan dan lainnya. Hampir semua petungan neptu menghindari Bulan Suro untuk menyelenggarakan pesta.

Hal tersebut dapat dianggap sesat atau takhayul oleh masyarakat “terpelajar perkotaan”. Semua hari dianggap baik, dan mempercayai sakralitas bulan Suro merupakan perbuatan syirik.

Pernah saya tanyakan kepada seseorang yang biasa dimintai tolong masyarakat kampung untuk menghitungkan pesta pernikahan atau sunatan tidak merekomendasikan di bulan Suro. Beliau menjawab, bahwa bulon Suro adalah bulannya para Nabi, tidak elok bila kita menggunakan bulan tersebut untuk pesta kita. Masih ada sebelas bulan lainnya, yang dapat dimanfaatkan untuk pesta hajatan.

Berikut adalah kejadian-kejadian istimewa dan bersejarah bertepatan pada bulan Muharam, antara lain:

  1. Taubat Nabi Adam as. diterima oleh Allah SWT;
  2. Berlabuhnya kapal Nabi Nuh as. di bukit Zuhdi dengan selamat juga terjadi di Muharam, yakni usai dunia dilanda banjir yang menghanyutkan dan membinasakan sebagian besar manusia di Bumi;
  3.  Selamatnya Nabi Ibrahim as. dari siksa Namrud terjadi di Muharam;
  4. Siksa itu berupa nyala api, yang ternyata tidak membakar Nabi Ibrahim;
  5. Pada bulan Muharam juga, Nabi Yusuf as. dibebaskan dari penjara kerajaan Mesir;
  6. Sebelumnya, Nabi Yusuf as. dipenjara karena fitnah yang menimpanya;
  7. Peristiwa Nabi Yunus as. selamat dan keluar dari perut ikan besar yang menelannya pun terjadi di bulan Muharam;
  8. Nabi Ayyub as. disembuhkan Allah dari penyakitnya juga pada bulan Muharam;
  9. Pada bulan Muharam, Nabi Musa as. dan umatnya, kaum Bani Israil, selamat dari pengejaran Fir’aun di Laut Merah.
  10. Nabi Musa as. dan ratusan ribu umatnya selamat memasuki bukit Sinai untuk kembali ke tanah leluhur mereka.

Pada bulan ini juga terjadi sebuah peristiwa dahsyat yang sangat menyedihkan Rasulullah Saw., yang beliau rasakan sejak cucunya Sayyidina Hasan dan Husein masih kecil. Rasul selalu menciumi leher Husein dan bibir Hasan. Kesedihan yang dirasakan rasulullah, hingga sekian tahun rasulullah telah wafat.

Kesedihan Rasulullah diceritakan oleh Imam Suyuthi yang menutip dari Imam Thirmidzi yang menceritakan Salma yang bertemu dengan Ummu Salamah (isteri Nabi)). Salma melihat Ummu Salamah menangis. Dan bertanyalah Salma: “Kenapa engkau menangis?” Ummu Salamah: “Saya mimpi bertemu rasulullah dengan kepala dan jenggot lusuh berdebu. Saya tanya; kenapa engkau ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab:” Saya baru saja menyaksikan pembunuhan Husein”

Betapa pedihnya hati Rasulullah, dikhianati oleh umatnya yang membunuh cucunya (Hasan & Husein) yang secara langsung disebutkan oleh Rasulullah sebagai pemuka dari para pemuda ahli surga. Padahal saat menjelang wafatnya beliau selalu memikirkan nasib umatnya dengan menyebut-sebut “ummaty…ummaty …ummaty”. Bahkan beliau meminta jaminan kepada Allah atas nasib umatnya kelak saat yaumil hisab dapat diringankan oleh Allah Swt.

Tak hanya rasulullah Saw yang nampak sedih dalam mimpi Ummu Salamah, matahari pun seakan sedih menyaksikan pembunuhan Sayyidina Husein. Pada hari terbunuhnya Husein, Imam Suyuthi mengatakan dunia seakan berhenti selama tujuh hari. Mentari merapat laksana kain yang menguning dan terjadi gerhana matahari di hari itu. Langit terlihat memerah selama 6 bulan.

Kita tidak bisa membantu rasulullah Saw, menghapus kesedihan beliau. Langit pun turut memerah selama enam bulan bak sembab menangis dalam kesedihan. Masih ada 11 bulan yang dapat digunakan untuk pesta hajatan. Biarkan sebulan itu kita gunakan untuk hurmat kepada rasulullah Saw., atas kematian cucu beliau dibunuh dengan sadis.  

Senin, 16 Agustus 2021

Labbaikallahumma Ya Allah

Talbiyah yang biasa harus dilafalkan para jamaah haji saat mendatangi ka’bah. “aku datangi panggilanmu Ya Allah, aku datang. Aku datangi panggilanmu dengan tidak menyetukukanmu, aku datang”. Hati bergetar dan tubuh mbergidig tatkala mengucapkan kalimat tersebut. Itu adalah isyarat bahwa kita mendatangi panggilan Allah dengan membuang segala persekutuan terhadap-Nya. Dan segala persekutuan tersebut tidak akan pernah diterima oleh Allah, “sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa dosa syirik, dan mengampuni dosa selain itu”.

Haji sering disebut-sebut sebagai ibadah karena panggilan Allah kepada hamba-Nya untuk menunaian rukun Islam kelima. Bila kita renungkan ada lima panggilan Allah kepada hamba-hamba-Nya, yaitu panggilan cinta, panggilan untuk menghibru, panggilan pelaporan, penggilan sebab teguran, panggilan untuk penyempurnaan tugas, dan panggilan pulang.

Talbiyah yang biasa harus dilafalkan para jamaah haji saat mendatangi ka’bah. “aku datangi panggilanmu Ya Allah, aku datang. Aku datangi panggilanmu dengan tidak menyetukukanmu, aku datang”. Hati bergetar dan tubuh mbergidig tatkala mengucapkan kalimat tersebut. Itu adalah isyarat bahwa kita mendatangi panggilan Allah dengan membuang segala persekutuan terhadap-Nya. Dan segala persekutuan tersebut tidak akan pernah diterima oleh Allah, “sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa dosa syirik, dan mengampuni dosa selain itu”.

Haji sering disebut-sebut sebagai ibadah karena panggilan Allah kepada hamba-Nya untuk menunaian rukun Islam kelima. Bila kita renungkan ada lima panggilan Allah kepada hamba-hamba-Nya, yaitu panggilan cinta, panggilan untuk menghibru, panggilan pelaporan, penggilan sebab teguran, panggilan untuk penyempurnaan tugas, dan panggilan pulang.

Pertama, panggilan karena cinta-Mu pada para kekasih-Mu. Ini cerita kasmaran antara kekasih, yang selalu datang dan memanggil untuk saling bercengkerama. Setiap saat saling menyebut dan memamerkan kekasihnya. Hingga yang lain sudah terlelap, pecinta harus terjaga untuk memenuhi panggilannya.

Kedua, Engkau memanggil hamba-Mu karena dia sangat menghibur-Mu. Seperti halnya mereka yang dipanggil untuk membuat senang, riang, tertawa, terhibur dengan kehadirannya. Orang-orang ini seperti anak kecil, meskipun anak-anak tersebut berulah mengesalkan namun tidak menjadikan marah para orang tua. Dan malah sebaliknya dianggap sebagai lelucon yang menghibur mereka. Begitu pula orang-orang pada posisi ini, tingkah laku mereka dianggap sebagai lelucon yang menghibur Allah. Mereka sesekali nakal, badung dan kembali kepada Allah.

Ketiga, panggilan untuk lapor. Bawahan yang harus selalu laporan pada atasan, pegawai yang harus menunjukkan kehadirannya, tahanan kota yang harus selalu melapor kepada pihak berawajib, atau pegawai atau karyawan yang melaporkan pekerjaannya kepada pimpinan. Bisa dibayangkan bila seorang kopral harus menghadap jenderal, tegap, disiplin, lebih awal sebelum waktunya, dan cenderung melaporkan yang jenderal atau pimpinan suka. Sikap Ini biasa dilakukan oleh kita, dalam memenuhi panggilan azan untuk shalat. Kemudian kita akan shalat dengan, dikhusu’-khusu’ke, difasih-fasihke agar laporan kita dianggap baik oleh manusia lain dan para pengawas (malaikat) dan diterima baik oleh Allah.

Keempat, panggilan untuk menerima teguran atau hukuman. Nasehat yang telah disampaikan oleh para ustadz, kiai, dan orang alim sebagai penyampai risalah kenabian tidak diindahkan. Sehingga Allah sendiri yang harus memanggilnya untuk ditunjukkan keagungan diri-Nya dan memberi peringatan orang tersebut. Setelah dipanggil dan ditegur langsung, diharapkan ada perubahan sikap, sifat, dan kebiasaan.

Kelima, panggilan untuk pulang. Pada dasarnya kita ini sedang melakukan pengembaraan di dunia, dilepas oleh Allah dimasukkan dalam rahim, diperlihatkan ke dunia untuk diuji penghambaannya dan akan kembali pada-Nya. wainna ilaihi rajiun, dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya. Panggilan pulang ini yang akan mengakhiri perjalanan kita di dunia, apakah kita akan panen baik atas tanaman kita di dunia atau sebaliknya mendapatkan hukuman yang akan kita terima. Hanya jiwa yang tenang (muthmainnah) yang dapat kembali dengan keridhaan-Nya dan mendapatkan balasan surga.

Semua panggilan tersebut tidak boleh dikotori dengan sikap-skap menduakan Allah dengan lainnya. Para pecinta akan meninggalkan segalanya untuk menemui kekasihnya, dan bahagia berduaan meski tak ada sajian dan minuman. Para penghibur akan bahagia bila yang dihibur bahagia, mereka akan tersenyum pulang dengan mengingat wajah bahagia yang dihiburnya. Melaporkan sesuatu kepada atasan harus fokus dengan topik yang dilaporkan dan tidak leda-lede, pimpinanku adalah atasanku sebagai penentu nasibku. Orang-orang yang dipanggil untuk ditegur tidak akan memalingkan wajahnya, mereka akan tunduk sebab kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Dan orang yang dipanggil pulang, tidak boleh menuju yang lainnya. Bila dia mengarah pada selain pemanggilnya, maka tersesatlah dia. Mereka tidak akan kembali pada dzat yang menurunkannya di bumi, mereka akan bergabung dengan pelindung-pelindung mereka selain Allah Swt. “Barang siapa yang berharap bertemu dengan Tuhannya, maka berbuat baiklah dan hindari kesyirikan dalam peribadatannya dengan sesuatu apapun”, termasuk kepentingan dirinya sendiri.

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...