Sabtu, 19 Agustus 2023

Bersihkan Cawanmu

Ilmu ibarat air jernih yang bersumber dari Tuhan melalui wahyu yang diturunkan kepada utusannya di muka bumi. al-Quran sebagai sumber keilmuan yang bisa menjadi petunjuk, klarifikan, obat, dan sumber bacaan yang dikuatkan dengan manifestasi utusannya yang kita sebut sebagai sunnah. Sunnah merupakan prototype baik ucapan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah) ataupun pernyataan (taqririyah) rasul yang hidup. Yang mendekati sunnah rasul adalah sunah sahabat nabi saw., kemudian para generasi berikutnya (tabiin) dan yang paling mendekati untuk digugu dan ditiru adalah ahli ilmu (ulama). sesuai dengan sabda Nabi saw., al-ulama’ warasatu al-anbiya: ulama adalah pewaris para nabi.

Sumber keilmuan dan teladan kita adalah ulama. Pengajaran dan perilaku para ulama didasarkan kepada keilmuan yang tersambung (bersanad) hingga Nabi saw. Ulama memperoleh pelajaran dan teladan dari gurunya, gurunya mendapatkan ilmu dari guru gurunya, tersambung ke ulama salafus shalih, para tabiut tabiin, para tabiin, para sahabat hinggi ke Nabi Saw. Perselisihan yang ditemukan para ulama akan ditentukan melalui ijtihad kemufakatan para ulama yang tetap didasarkan pada ilmu.

Budaya berkembang secara dinamis, Islam harus memberikan jawaban dan warna terhadap perkembangan budaya yang tidak ada di jaman Nabi Saw. Bahkan di jaman rasul, sesuatu yang tidak dicontohkan pun tidak disalahkan karena memang secara syariat tidak salah, seperi shalat sunah wudhu yang dilakukan oleh sahabat Bilal bin Rabah. Di jaman sahabat Umar bin Khattab ra., memerintahkan shalat tarawih dilakukan berjamaah dengan bilangan tertentu yang hingga saat ini pelaksanaan shalat tarawih tidak didasarkan pada satu pendapat.

Budaya juga menemukan kreasinya sesuai dengan wilayah dan karakteristik masyarakat setempat. Pelapah kurma yang didoakan nabi saw., untuk meringankan dua ahlil kubur berubah menjadi tabur bunga saat di Indonensia karena substansinya adalah berasal dari pohon yang didoakan dan diletakkan di atas makam. Menutup aurat itu wajib, bentuk, model dan desain pakaian sangat kreatif dan beragam. Meski ada ragam definisi tentang batasan aurat itu sendiri. Tahlilan yang dilakukan oleh sebagian besar muslim Indonesia merupakan bagian dari bentuk memahami hadis tentang sedekah dan hadiah bacaan al-Quran dan dzikir yang meringankan ahlil kubur. Perbedaan dasar menjalankan peribadatan furu’iyah harus didasarkan pada ilmu dan teladan salafusshalih dengan tetap menggunakan keilmuan.

Ilmu yang diibaratkan dengan air tersebut harus disiapkan wadahnya yang bersih. Musa as., menyiapkan wadah dengan berpuasa selama empat puluh hari sebelum menerima wahyu. Nabi Muhammad berkhalwat di gua hiro sebelum memperoleh wahyu yang pertama. Membersihkan cawan (diri) kita dengan tirakat dan riyadhah serta hormat dan berpasrah pada guru. Kedua, diniatkan untuk menghilangkan kebodohan dan diorientasikan pada ukhrowiyah. Ketiga, memberikan asupan nutrisi diri termasuk otak dan hati kita dengan makanan halal. Keempat, tidak melakukan maksiat selama menuntut ilmu.

Ilmu yang jernih akan kotor dan najis bila cawanmu kotor dan najis. Kekotoran cawan diperngaruhi oleh niatan kita yang ditopang oleh asupan nutrisi yang membentuk potensi baik-buruknya diri kita. Niatan duniawiyah dalam mencari ilmu berpotensi ilmu tersebut digunakan untuk mengumpulkan pundi-pundi duniawiyah. Pernahkah kita mendengar atau membaca para penghafal quran yang hanya sampai pada batang tenggorokan saja tidak menjadi cahaya hati?

Kita juga menyaksikan para sarjana yang mengajarkan kebajikan dan kebijakan namun ucapan dan tindakan tidak sesuai dengan perilakunya. Ilmunya tak berbanding lurus dengan kesopanan ucapak dan kesantunan perbuatannya, dalam istilah Jawa dikenal Jarkoni; biso ngajar tak bisa melakoni (ilmunya. Keilmuannya hanya tersimpan diotaknya dan diucapkan dalam lisannya saja, tidak bisa melembutkan hati dan perilakunya. Dan kecenderungan yang diributkan adalah penghasilan atau pendapatan yang diterimanya. Keduniaan (cinta dunia) itu memiliki kecenderungan pada keburukan (khati’at).

Kiprah kita di keilmuan dengan perilaku yang tidak berorientasi pada ketuhanan dan keummatan, coba diingat-ingat kembali apakah cawanmu dulu kotor dalam menerima kejernihan ilmu. Bila benar, bersihkan dan sucikan dengan memperbarui orientasi dan memperdalam (memperbanyak) ilmu agama sebagai bentuk pendalaman atau meluruskan disiplin keilmuanmu (non-agama). Seperti air dalam satu kullah tertimpa najis, untuk mensucikan buang najisnya perbanyaklah air sucinya hingga minimal dua kullah (qullatain).

Bila keahlian kita bukan pada keilmuan agama, maka pendalaman ilmu agama dalam rangka mengembalikan ruh keilmuan yang utuh berorientasi pada ketuhanan dan keummatan. Ilmu agama menjadi penegas dan filter keilmuan kita tidak menyimpang pada tujuan yang memberikan manfaat pada semua manusia. Kita harus menjemput kehendak Allah atas diri kita menjadi orang yang baik, bukan menunggunya. “Man yuridill bihi khairan yuffiqhu fiddin: barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka akan diberikan kefahaman agama”

Abdul Basid
19/08/2023


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...