Minggu, 09 Maret 2025

Banjir Jabodetabek, Dimana Peran PTKI?

Banjir kemarin dapat dianggap sebagai banjir lima tahunan, 2015, 2020, dan 2025. Bahkan sebelumnya terjadi banjir bandang yang cukup besar di wilayah Jabodetabek. Di 2015, air hingga masuk ke istana negara. Sebelumnya di 1924 dan 1926 banjir terjadi karena tanggul sungai yang jebol, ini menghambat transportasi. Tahun 1932-1934 juga terjadi banjir besar, Cikarang, Tambun, dan Lemah Abang merupakan wilayah yang paling terdampak.

Salah satu penyebab banjir di wilayah tersebut karena kota-kota tersebut dialiri oleh Sungai Ciliwung, Citarum, Cikeas, Kali Bekasi, Sungai Jatikeramat, Kali Pesanggrahan, Kali Krukut, Sungai Cilemah Abang, dan lainnya. Curah hujan tinggi di hulu (Bogor) yang tidak mampu diresapkan akan memicu banjir di sekitar daerah aliran sungai (DAS).

Faktor penyebab lainnya pertumbuhan pembangunan yang abai terhadap analisis dampak lingkungan, berdiri banyak perumahan yang tidak membuat danau buatan, lahan sekitar DAS berdiri bangunan yang menghambat laju air, pembangunan di wilayah puncak, menyempitnya lahan resapan, warga memanfaatkan sumur dalam tanah dan abai untuk merawat air sungai sebagai sumber kehidupan. Budaya buang sampah sembarangan membuat penyumbatan saluran air, sedimentasi, dan pembangunan tanggul yang tidak tahan lama serta faktor lainnya yang sangat berperan memperparah terjadinya banjir.

Di wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat terdapat UIN Jakarta, UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon dan ratusan perguruan tinggi keagamaan islam di wilayah tersebut yang dapat berperan melalui riset dan pengabdian masyarakatnya untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi penyebab banjir.

Hasil riset dapat menjadi rekomendasi kebijakan ke Pemerintah Daerah atau Kota dan Provinsi Banten, Jakarta dan Jawa Barat. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan atas riset atau kajian para akademisi. Susah, PTKI tidak memiliki akademisi yang terkait langsung dengan analis kawasan, dampak banjir, dan lainnya. PTKI banyak memiliki SDM sosial humaniora, keagamaan, dan sedikit atau tidak ada yang behubungan langsung dalam mengatasi banjir.

Warga Banten, Jawa Barat, dan Jakarta sangat patuh terhadap ulama dan kiai. Pelibatan ulama dan kiai dapat didorong oleh riset dan pendampingan serta pemberdayaan para dosen PTKI. Coba kita ingat kembali keberhasilan Program Keluarga Berencana (KB) dapat berhasil setelah melibatkan ulama dan kiai. Bukan tidak memungkin dalam mengatasi terjadinya banjir, ulama, kiai dan para akademisi serta periset PTKI mengambil peran melalui nasihat keagamaan, riset dan pendampingan masyarakat dalam penyadaran lingkungan. Agama jangan dipisahkan dengan isu lingkungan (eco-religius), seperti perubahan iklim, kerusakan lingkungan, green-area, dan lainnya.

Pengabdian masyarakat yang melibatkan mahasiswa (KKN) bisa melakukan pendampingan dalam pengelolaan sampah, penyadaran pentingnya sumber air, menjaga ekosistem sungai, penghijauan aliran sungai, dan edukasi lainnya. Riset-riset dapat diarahkan untuk menciptakan teknologi yang bermanfaat itu itu, menciptakan rumah antis banjir, serta menghasilkan model-model pemberdayaan masyarakat sekitar aliran sungai.

Saya kira, PTKI dapat mengambil peran banyak untuk meminimalisir dampak siklus banjir yang terjadi pada daerah Jabodetabek dengan berperan aktif memberdayakan masyarakat sebagai penjaga kali (kali jaga) dari sampah, pembangunan liar DAS, dan lainnya. Kampus juga dapat bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dengan menyodorkan desain riset atau pemberdayaan atau pendampingan masyarakat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...