Banjir kemarin dapat dianggap sebagai banjir lima tahunan, 2015, 2020, dan 2025. Bahkan sebelumnya terjadi banjir bandang yang cukup besar di wilayah Jabodetabek. Di 2015, air hingga masuk ke istana negara. Sebelumnya di 1924 dan 1926 banjir terjadi karena tanggul sungai yang jebol, ini menghambat transportasi. Tahun 1932-1934 juga terjadi banjir besar, Cikarang, Tambun, dan Lemah Abang merupakan wilayah yang paling terdampak.
Salah satu
penyebab banjir di wilayah tersebut karena kota-kota tersebut dialiri oleh Sungai
Ciliwung, Citarum, Cikeas, Kali Bekasi, Sungai Jatikeramat, Kali Pesanggrahan,
Kali Krukut, Sungai Cilemah Abang, dan lainnya. Curah hujan tinggi di hulu (Bogor)
yang tidak mampu diresapkan akan memicu banjir di sekitar daerah aliran sungai
(DAS).
Faktor penyebab
lainnya pertumbuhan pembangunan yang abai terhadap analisis dampak lingkungan,
berdiri banyak perumahan yang tidak membuat danau buatan, lahan sekitar DAS
berdiri bangunan yang menghambat laju air, pembangunan di wilayah puncak,
menyempitnya lahan resapan, warga memanfaatkan sumur dalam tanah dan abai untuk
merawat air sungai sebagai sumber kehidupan. Budaya buang sampah sembarangan membuat
penyumbatan saluran air, sedimentasi, dan pembangunan tanggul yang tidak tahan
lama serta faktor lainnya yang sangat berperan memperparah terjadinya banjir.
Di wilayah
Jakarta, Banten, dan Jawa Barat terdapat UIN Jakarta, UIN Sultan Maulana Hasanudin
Banten, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon dan
ratusan perguruan tinggi keagamaan islam di wilayah tersebut yang dapat
berperan melalui riset dan pengabdian masyarakatnya untuk membantu menyelesaikan
masalah-masalah yang menjadi penyebab banjir.
Hasil riset
dapat menjadi rekomendasi kebijakan ke Pemerintah Daerah atau Kota dan Provinsi
Banten, Jakarta dan Jawa Barat. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah berdasarkan atas riset atau kajian para akademisi. Susah, PTKI
tidak memiliki akademisi yang terkait langsung dengan analis kawasan, dampak
banjir, dan lainnya. PTKI banyak memiliki SDM sosial humaniora, keagamaan, dan
sedikit atau tidak ada yang behubungan langsung dalam mengatasi banjir.
Warga Banten,
Jawa Barat, dan Jakarta sangat patuh terhadap ulama dan kiai. Pelibatan ulama
dan kiai dapat didorong oleh riset dan pendampingan serta pemberdayaan para dosen
PTKI. Coba kita ingat kembali keberhasilan Program Keluarga Berencana (KB) dapat
berhasil setelah melibatkan ulama dan kiai. Bukan tidak memungkin dalam
mengatasi terjadinya banjir, ulama, kiai dan para akademisi serta periset PTKI
mengambil peran melalui nasihat keagamaan, riset dan pendampingan masyarakat
dalam penyadaran lingkungan. Agama jangan dipisahkan dengan isu lingkungan
(eco-religius), seperti perubahan iklim, kerusakan lingkungan, green-area,
dan lainnya.
Pengabdian masyarakat
yang melibatkan mahasiswa (KKN) bisa melakukan pendampingan dalam pengelolaan
sampah, penyadaran pentingnya sumber air, menjaga ekosistem sungai, penghijauan
aliran sungai, dan edukasi lainnya. Riset-riset dapat diarahkan untuk
menciptakan teknologi yang bermanfaat itu itu, menciptakan rumah antis banjir,
serta menghasilkan model-model pemberdayaan masyarakat sekitar aliran sungai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar