Kamis, 13 Maret 2025

Kebahagiaan Puasa Sesuai Kadarnya

Dalam ceramah-ceramah di masjid di awal Ramadhan menyitir hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa dua kebahagiaan seseorang yang berpuasa adalah saat berbuka puasa dan bertemu dengan Tuhannya (lisshaimi farhatani, farhatun ‘inda al-ifthar wa farhatun ‘inda liqa’I rabbihi). Kebahagiaan pertama itu rasa senang saat berbuka puasa, dengan lauk apapun kalau lapar kita akan merasa enak untuk dimakan. Meskipun ada istilah Ramadhan itu bulan makanan, dengan ragam ta’jil yang diperdagangkan dimana-mana habis terjual. Di rumah pun banyak jenis minuman, es, dan menu berbuka yang dihidangkan. Kebahagiaan ini bisa menghilangkan esensi puasa untuk bisa merasakan rasa lapar kaum papa.

Kebahagiaan kedua, adalah saat bertemu dengan Allah Swt. Ibadah yang dilakukan oleh umat Islam dilipatkangandakan 10 – 700, kecuali puasa. Allah mengatakan bahwa puasa hamba untuk-Ku dan Aku yang akan membalasanya. Mereka meninggalkan kesenangan dan makanan karena-Ku (HR. Muslim). Benarkah puasa kita bisa mempertemukan dengan Allah Swt.? Puasa yang dengan iman dan keikhlasan (imanan wa ihtisaban), yang akan mendapatkan pengampunan dari dosa-dosanya. Benarkah puasa kita untuk Allah? Dan layak diberikan pahala berlipat hingga ditemui Allah kelak. Benarkah puasa kita meninggalkan seluruh syahwat dan makanan?

Beberapa pertanyaan di atas perlu mendapatkan renungan diri.

1.   Puasa untuk Allah itu tidak memperhitungkan apapun, tetapi fokus pada peningkatan kualitas dan kuantitas peribadatan dan muhasabah untuk memperbaiki kualitas diri. Setelah syawal kita memiliki ciri-ciri orang yang bertakwa (la’allakum tattaquun).

2.   Puasa dengan meninggalkan kesenangan (syahwat), sementara di Ramadhan kita sibuk berburu takjil, berburu pakaian baru untuk persiapan lebaran, dan menyiapkan diri menjadi orang yang baru dan keren di saat lebaran nanti. Belum lagi syahwat kehormatan, mengundang fakir miskin untuk diberi uang dan divideokan serta di posting di media sosial;

3.    Puasa meninggalkan makanan, benar kita tak makan di siang hari namun otak kita berisi makanan yang akan kita lahap setelah dung adzan maghrib. Puasa hanya memindah jadwal makan dan menambah kesenangan tentang makanan atas nama buka puasa.

Ramadhan juga memberikan kebahagiaan tersendiri bagi pemburu uang receh, sebab pendapatan meminta-minta akan lebih dibandingkan bulan-bulan biasa. Kita bisa melihat pertambahan gepeng yang keliling rumah-rumah untuk minta sedekah atau zakat. Ramadhan juga membahagiakan bagi para pengelola toko dan mall-mall, yang ramai dari awal hingga akhir bulan. Ramadhan juga membahagiakan bagi karyawan dan pegawai yang akan mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Ramadhan membahagiakan kaum urban untuk mudik ke tanah kelahiran bertemu orang tua, sanak dan saudara. Dan masih banyak kebahagian-kebahagian yang dirasakan oleh manusia di Ramadhan, yang tak hanya umat islam.

Kabahagiaan orang yang perpuasa di Ramadhan sesuai kadar mereka masing-masing. Ramadhan menjadi berkah untuk ummat manusia, dan hanya orang-orang tertentu yang mampu menangkap sinyal Allah yang dimungkinkan mendapatkan dua kebahagiaan tersebut, saat berbuka dengan memanfaatkan momen mustajabah, mengurangi penat isi perut, dan segera beranjak ke peraduan ke Yang Maha Kuasa. Kebahagian yang dimungkinkan untuk bertemu pada Tuhannya, benar-benar menjaga kualitas puasanya yang berdampak pada peningkatan ketakwaan, memperbanyak amal shalih dan tak pernah sedikit pun menduakannya (man kana yarju liqa’a rabbihi fal ya’mal amalan shalihan wala yusyrik bi ibadati rabbihi ahada).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...