Pengertian petunjuk (hudan) sebagai taufik, hidayah atau ajaran
Islam, sebab al-Quran diturunkan sebagai pedoman/petunjuk untuk mencapai
derajat muttaqin dengan bertauhid dan beramal shalih, tidak lain tidak
bukan. Bolehkah kalimat “hudan” ini kita gunakan sebagai petunjuk dalam menguatkan
keimanan kita dengan memperdalam riset dan kajian yang telah diinformasikan
dalam al-Qur’an.
Di dalam al-Quran ada ayat-ayat kauniyah yang membahas tentang alam
semesta, ciptaan Allah, dan fenomena alam. Al-Quran juga mengandung nilai-nilai
sosial seperti toleransi, keadilan, musyawarah, kerjasama, kepedulian sosial,
dan lainnya. al-Qur’an juga menyinggung persoalan ekonomi, kesejahteraan, sejarah
peradaban dan keilmuan lainnya.
Al-Qur’an sebagai guidance bukan cocokologi atas claim-claim
tertentu tanpa ada pendalaman riset dan kajian yang mendalam. Kita memiliki
kecenderungan melakukan claim atas riset dan temuan ilmuan sekuler atau liberal
yang dirasa cocok dengan isi dan kandungan al-Quran. Kita sudah mendeclaire
bahwa al-Quran sebagai pedoman hidup, tetapi tidak menjadi pijakan rasa
penasaran tentang kandungan sebagai petunjuk dalam segala lini kehidupan.
Para ilmuan muslim dahulu merupakan sosok yang integratif dalam
keilmuan. Pemahaman agama adalah dasar, sementara mereka memiliki keahlian di
bidang lainnya. Aviceina atau Ibnu Sina seorang muslim yang memiliki pemahaman
agama yang baik, sebagai filsuf, peletak dasar ilmu kedokteran, dan memahami
astronomi. Muhammad bin Musa Al-Khawarijmi, seorang ilmuan penemu al-jabar
(matematika), sebagai filsuf, astronomi, astrologi, dan geografi. Masih banyak
ilmuan di era keemasan Islam yang memiliki ragam disiplin ilmu.
Di era pecahan ilmu, agama dipecah dalam berbagai jurusan dan program
studi akan lebih baik menyatukan riset dan kajian dalam multi disipli ilmu. Bila
dahulu, ragam disiplin ilmu dalam satu sosok ilmuan muslim, maka di kampus PTKI
menggabungkan ragam dosen dari disiplin ilmu untuk melakukan riset dan kajian
yang telah diinformasikan dalam al-Quran. Riset dan kajian multidisipliner
bukan cawel-mencawel nama, melainkan integrasi keilmuan dalam kampus PTKI
dikembangkan dengan sebaik-baiknya dalam rangka menguatkan keimanan dan
ketakwaan.
Dengan riset multidisipliner tersebut, kita memberikan kontribusi pengembangan keilmuan yang terintegrasi. Kita tidak bisa menjadi sosok Ibnu Sina, al-Khawarijmi, Ibnu Rusd, al-Razi, Jabir bin Hayyan, Ibnu Khaldun, al-Jazari dan lainnya di era pemilahan disiplin ilmu. Tetapi, kita bisa mengambil semangatnya untuk menyatukan kepakaran dalam satu riset dan kajian. Sehingga integrasi keilmuan tidak hanya menjadi slogan pengembangan kampus perguruan tinggi keagamaan Islam sebagai bagian dari kekhasannya dibandingkan dengan kampus umum lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar