Jumat, 21 Maret 2025

Shuwu Aswafakum Dalam Fenomena Bermasyarakat

Tiap akan melaksanakan shalat jamaah termasuk saat terawih, Imam akan menyampaikan “shuwu aswafakum finna taswiyata al-shaff min tamami al-shalah”, luruskan dan rapatkan shaf kalian, sesungguhnya lurusny shaf bagian dari kesempurnaan shalat. Ada fenomena menarik saat meluruskan dan merapatkan shaf, yaitu ada orang-orang yang menempelkan telapak kaki hingga menginjakkan kaki makmum sebelahnya. Bahkan sampai ngangkang untuk memenuhi “kesunahan” tersebut. Ini oleh sebagian dianggap sesuai sunnah, dan sebagian besar masyarakat Indonesia tidak berlebih-lebihan, sehingga sekedar rapat, kaki tak perlu melebar (sesuai kebutuhan saat ruku’ dan sujud).

Hal ini juga sama dalam dunia politik, birokrasi dan sosial masyarakat. Pemimpin akan mengatakan rapatkan barisan, bangun soliditas, dan melangkah kompak meraih tujuan bersama. Orang-orang akan merasa dekat dengan pemimpin baru atau mencari hubungan kedekatan dengan mereka dengan ragam motiv yang mendasarinya untuk merapatkan barisan. Kebanggaan dekat dengan pimpinan atau tokoh masyarakat atau agama, mempertahankan atau mencari jabatan, biar dianggap orang penting, mendapatkan akses kemudahan tertentu dan lain sebagainya.

Merapatkan dan meluruskan barisan dalam shalat itu penting untuk kesempurnaan shalat dan melaksanakan kesunahan, namun tak harus ngangkang dan menginjakkan kaki. Bertindaklah yang sewajarnya, pilihlah merapatkan ke samping dibandingkan harus melebarkan kaki (ngangkang) untuk memberikan makmum di belakang maju memenuhi shaf. Seperti halnya penting kita merapatkan diri pada kesempurnaan tujuan ideal program pemimpin politik, birokrasi, organisasi atau sosial masyarakat dengan tanpa saling menginjak kanan-kiri kita. Hingga melalukan tindakan over persuasif, ngangkang yang dapat menghalangi dan menjadikan tidak nyaman jamaah lainnya. Kesempurnaan shalat dapat diibaratkan sebagai kesempurnaan tujuan ideal dari program-program yang sudah ditentukan suatu negara, insititusi, organisasi dan masyarakat.

Jamaah masjid yang sudah istiqamah tak perlu mufarraqah karena pergantian imam sebagai fenomena biasa dalam jadwal takmir masjid di masyarakat. Imam bisa berganti dalam lima kali waktu shalat; dzuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh. Bahkan untuk imam shalat Jumat, terawih, dan shalat Iedain bisa berbeda imam shalat rawatib. Begitu pula jumlah jamaah, pengikut, masyarakat pendukung bisa sedikit, dan banyak. Fokus penting dalam shalat berjamaah adalah kesempurnaan shalat (tamam al-shalat) berjamaah. Dan dalam kehidupan bermasyarakat adalah tujuan ideal bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam kehidupan sehari-hari, pemimpin bisa berganti sesuai dengan periodisasinya. Kepala negara, Gubernur, Bupati, Walikota, Kepala Desa, Ketua RT dan RW bisa berganti. Tiap pemimpin membawa karakter dan visi-misi yang “lebih baik”, mereka juga ingin dikenang dengan meninggalkan legacy yang baik pula. Apapun karakter dan visi-misi pimpinan, tujuan idealnya adalah masyarakat yang adil dan makmur. Silih berganti pimpinan dan jumlah jamaah itu hal biasa, jangan sampai jamaah yang akan merapatkan diri saling injak membuat pesakitan jamaah yang lainnya.

Dalam hal shalat berjamaah pun, ada wilayah jamaah (makmum) untuk memberikan alarm positif (mengingatkan) apabila imam melakukan kesalahan dengan cara bertasbih bagi jamaah laki-laki atau suara tepukan telapak tangan bagi pengingat perempuan. Nah, upaya mengingatkan pimpinan apabila ada kesalahan atau ketidak-akuratan program, bisa dilakukan dengan cara-cara yang baik tanpa menciderai tujuan dan tidak gaduh tujuan ideal negara, institusi atau masyarakat tidak batal.

Jamaah yang baik mengetahui syarat rukun shalat untuk mencapai kesempurnaan shalat dan tata cara mengingatkan imam bila terjadi kesalahan. Jamaah ini baiknya berada di shaf pertama, bukan awam. Bukan berarti melarang orang awam berada di shaf paling depan. Begitu pula dalam memimpin, harus menempatkan orang-orang yang faham atas syarat rukun idealitas program dan ritme organisasi yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila salah menempatkan orang, atau awam memaksakan diri ke depan barisan, bila ada khilaf pimpinan awam tidak bisa mengingatkan dengan baik tentang tujuan ideal program.

Begitulah, dalam mengambil hikmah pelurusan shaf dalam shalat oleh imam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga tak ada protes (mengingatkan) dengan cara caci maki dan merendahkan (tidak tasbih), semua jamaah turut imam meski konsep mufarraqah dibenarkan bila ada hal-hal yang krusial membuat kemamangan dalam berjamaah. Mufarraqah dalam barisan shalat dengan kesempurnaan ilmu tanpa gaduh (AB).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...