Para pemburu Lailatul Qadar sangat bersemangat untuk memperoleh
keistimewaan malam tersebut. Mereka sampai melakukan I’tikaf di masjid, mengikuti
sunah nabi saw dengan meningkatkan ibadah, dzikir, bacaan shalawat, tadarus
al-Quran, bertasbih, dan menghindari perbuatan tercela. Di beberapa masjid di
wilayah perkotaan ada yang menggelar kegiatan I’tikaf bersama. Ada yang
menjalankan I’tikaf bersama keluarga mereka, untuk mengkhususkan diri pada
peningkatan peribadatan di sepuluh malamm terakhir di bulan Ramadhan. Apakah di
luar Ramadhan boleh dilakukan? Boleh. Bahkan dianjurkan saat kita shalat,
mengunjungi pengajian di masjid untuk berniat I’tikaf.
I’tikaf dapat diartikan menetap atau berdiam di masjid dengan
meningkatkan peribadatan dan menghindari perbuatan maksiat. Orang yang I’tikaf
(mu’tafi) harus berniat diri (nawaitu I’tikafa fi hadza al-masjid).
Mereka adalah muslim dalam keadaan suci (tidak berhadats) dan tidak dalam keadaan
gendheng (berakal). Kemudian penyadaran apakah yang harus kita peroleh setelah
melakukan I’tikaf di masjid?
Peningkatan peribadatan mereka selama I’tikaf harus mencapai penyadaran
dalam ketundukan (bersujud). Masjid adalah tempat bersujud. Sujud menundukkan
diri kepada Allah swt dimana isi otak di kepala diletakkan di bawah pantat tempat
keluarnya kotoran. Sujud tidak bernegosiasi dengan isi pikiran, totalitas
menyerahkan diri kepada Allah swt. Inna shalaty wanusuky wa mahyaya wa
mamaty illahi rabbi al-alamin, sesungguhnya shalatku, peribadatanku, hidup
dan matiku untuk (milik) Allah swt. Sujud merupakan posisi yang paling dekat atau
upaya mendekat dengan Allah swt (wasjud waqtarib).
Kontemplasi yang dilakukan selama menjalankan I’tikaf dan menghindari
sementara hiruk-pikuk aktivitas duniawiyah harus menghasilkan penyadaran diri
tersebut. Penyadaran harus terimplementasi dalam ketundukan dan ketawadhuan
yang nampak (min atsari al-sujud) pasca i’tikaf. Mereka penyayang sesama
umat islam (ruhama’u bainahum) dan tegas atas perilaku kekufuran (asyidda’u
ala al-kuffar), sehingga menjadi orang-orang yang dibersamai nabi saw dalam
kehidupannya.
I'tikaf bukan sebagai rekreasi spiritual, selesai kemudian menceritakan keindahan dan kenyamanan selama menjalankannya. Bukan pula mengikuti ramai riuh penawaran program i'tikaf di masjid-masjid perkotaan dengan bimbingan ustadz tertentu. Bukan pula selebrasi yang diposting di akun media sosial untuk sebuah pengakuan dan komentar indah. Pun demikian, ketertarikan beri'tikaf bisa datang dari motif apapun yang bisa membawa penyadaran.
Berniat diri untuk I’tikaf sejatinya meniatkan diri untuk menjadi orang-orang yang lebih dekat dengan Allah swt., bersiap menyayangi seluruh makhluk, tunduk tawadhu’ dalam kehidupan, untuk meraih ridha Allah swt dan sempurna melengkapi tujuan pencapaian derajat muttaqin (la’allakum tattaquun). Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa menetapkan diri dalam pasujudan untuk mencapai ridha Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar