Jumat, 30 Mei 2025

Haji Adalah Panggilan

        Gambar: Pak Nasib & dr. Rian       
Ibadah haji merupakan rukun islam yang kelima, bagi mereka yang mampu (istitho’ah) baik kesehatan maupun sarana untuk sampai ke haramain. Orang kampung menyikapi enteng; “yen wis diundang, wancine berangkat”. Sedemikian itu keyakinan masyarakat kampung, meski di kampung yang lain menjalankan ibadah haji harus menjual sawah dan kebon. Setelah menjadi Pak Haji, maka derajat sosial menjadi lebih tinggi, minimal kalau kenduren dapat dua berkat…heee.

Mampu (istitho’ah) yang pertama adalah melunasi biaya perjalanan, atau dibiayai oleh orang lain. Orang kaya belum tentu terketuk hatinya untuk mendaftarkan diri untuk berhaji. Ada orang kaya yang sudah dipanggil pelunasan oleh Kementerian Agama, tidak mau melunasi padahal banyak orang yang ingin segera menunaikan ibadah haji. Dia takut dengan cerita-cerita mistis para jamaah saat di haramain. Sementara seorang marbot masjid, tiba-tiba dikabari berangkat haji secara mendadak dibiayai oleh orang lain. Ada orang tak berpunya menabung seperak-dua perak dan akhirnya berangkat haji..

Mampu (istitho’ah) kedua, adalah sehat jasmani dan ruhani ditentukan oleh puskesmas atau rumah sakit. Pun demikian banyak resiko tinggi dan memiliki riwayat sakit bisa diberangkatkan, apakah itu dispensasi pemerintah sebab antrian panjang atau memang Allah yang memanggil untuk menjadi tamunya. Labbaikallahumma hajjan wau mratan, aku penuhi panggilanmu ya Allah untuk berhaji dan umrah.

Pak Nasib kloter 14 tertunda pemberangkatannya karena sakit, beliau berusia kurang lebih 80-an tahun. Beliau sendirian dan akhirnya berangkat dititipkan di kloter 19.

Dr. Rian      : “Pak Ketua, belaiu seharus tidak diberangkatkan, Pak. Saturasi oksigennya                                    rendah, tak mungkin layak terbang sebab beresiko tinggi”

Ketua            : “Kita hanya dititipi, dok. Bila Allah memanggilnya, Insyaallah berangkat, dan

                           bila tidak, pasti akan terkendala di pemeriksaan”

Akhirnya Pak Nasib jadi berangkat dengan kami ke Madinah terlebih dahulu dan saat di Makkah dikembalikan ke kloter semula.

Dalam cerita yang lain, di tahun yang sama. Ada seorang perempuan batal berangkat dua kali pemberangkatan haji (2 tahun), dan di tahun 2019 kondisinya masih sama, tidak memungkinkan secara medis untuk berangkat haji. Kemudian ada seorang alim memberikan saran kepada suaminya agar memohon kepada Allah, karena Dia yang mengundang sevagai tamunya (dhuyufurrahman). Saran tersebut dilakukan, dan rekomendasi medis perempuan tersebut layak terbang untuk menunaikan ibadah haji. Sedari kedatangan hingga pelaksanaan wukuf, perempuan itu sehat wal afiyat. Selesai pelaksanaan wukuf perempuan tersebut masuk rumah sakit seperti sedia kala saat di Indonesia, tak berselang lama meninggal dunia.

Dalam cerita lainnya penderita TB tulang, mendapatkan rekomendasi dari salah satu rumah sakit di Jakarta Timur karena saat diperiksa oleh tim medis dinyatakan sehat dan bisa berangkat menunaikan haji. Setelah di Makkah terdeteksi TB tulang, yang bersangkutan di karantina hingga kepulangannya. Ibadah hajinya dikawal oleh tim medis, wukuf dalam pengawasan tim medis. Setelah dipulangkan di penerbangan terakhir bersama petugas, sesampai di Indonesia dinyatakan sehat, sembuh dari penyakitnya.

Keyakinan orang kampung tentang haji adalah panggilan itu juga tidak mengada-ada, banya sekali kejadian yang mengarah pembenaran tersebut. Penulis cerita pun tidak menyangka berangkat ke tanah suci, padahal sudah tidak mau urusi diterima atau tidak menjadi pelayan tamu Allah. Ada banyak orang yang mendaftar hingga sembilan kali, namun tak lolos. Rasa ga tega dan ga layak, mengurungkan harapan tersebut. Mereka yang berangkat dan bertugas. Pesan isteri; “Mas, mpean itu dikon mangkat, dienteni ning kono” (wallahu a’lam).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...