Ada ucapan tokoh nasional, “Bila aku dah meninggal, piye yo bangsa ini?”
Pertanyaan tersebut dapat kita dapat menjawab; “Biasa-biasa saja”, seperti jawaban Mas Gibran dalam wawancara talkshow Mata Najwa.
Dalam pertanyaan tersebut dapat terkandung bahwa yang bersangkutan sangat
memikirkan bangsa, merasa memiliki kontribusi positif terhadap bangsa atau
hanya sekedar akan membandingkan tatkala kelak telah meninggal dapat melihat
bangsa ini kacau atau baik-baik saja. Dan pengandaian itu wajar-wajar saja, “wong
jik menungso” seperti halnya kita mengandai-andai bisa terbang ke bulan, di
surga dan bersenang-senang di dalamnya. Atau sebagai orang tua yang
membayangkan kondisi anak-anaknya saat meninggal dunia.
Jangankan seorang mantan presiden yang mengatakan demikian, para nabi
as., meninggal Allah memberlakukan keseimbangan dengan mengutus para
penggantinya, hingga menggantikannya dengan para ahli ilmu sebagai pewarisnya (al-ulama
waratsat al-anbiya’). Tiap generasi ada pemimpinnya dan tiap pemimpin ada
generasinya. Berbeda dengan pertanyaan; Bila Tuhan “tak ada”, piye yo?
Kita diajarkan bahwa Tuhan merupakan pencipta (al-khaliq) alam
semesta. Keberadaan alam semesta menunjukkan eksisten Sang Penciptanya. Dan semua
akan rusak (fana) kecuali Tuhan yang menciptakan. Nah, bila tidak ada
Tuhan maka tak kan ada alam semesta dan kita yang menghuni di dalamnya. Saat ini
kita ada dan pastilah Tuhan itu ada. Ketiadaannya karena kita yang meniadakan
Tuhan.
Saat kita meniadakan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian
kita meniadakan diri kita sendiri dan seluruh ciptaan-Nya. Bila ini massif
dilakukan oleh manusia maka kerusakan akan terjadi dan semuanya menjadi sirna. Allah
dengan sifat jalaliyah-Nya akan menegakkan keadilan yang kita definisikan
sebagai kiamat.
Tuhan ada, karena eksistensinya tanpa dipengaruhi makhluknya. Namun,
keberadaan makhluk menunjukkan keber-Ada-an Tuhan yang nampak secara inderawi
pada ujud makhluk sebagi yang dicipta oleh Tuhan. Dan untuk menjaga kerusakan di
bumi, manusia harus menjaga eksistensi ketuhanan dalam iktikad dalam hati, ucapan
yang selalu tidak menghilangkan-Nya, dan perbuatan kita sesuai dengan
tuntunan-Nya.
Bekasi, 03 Juni 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar