Selasa, 29 November 2022

Pembangunan Bukan 5 Tahunan

Pemilu 2024 masih jauh, para calon atau orang yang menginginkan menjadi calon sudah kasak kusuk memantaskan diri layak dicalonkan sebagai Calon Presiden (Capres) atau Calon Wakil Presiden (Cawapres). Beberapa nama seperti Ganjar Pranowo, Probowo, Anis Baswedan, Erick Thohir, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Agus Harimurti Yudhoyono, Puan Maharani, dan nama-nama lainnya sudah mulai "dijajakan" hingga menggunakan polling-pollingan. 

Dari nama-nama tersebut siapa yang paling layak meneruskan pembangunan yang sudah dilakukan oleh pemerintahan saat ini. Mengapa meneruskan, bukan menggantikan?

Tak banyak yang memahami bahwa pesta lima tahunan demokrasi adalah mencari penerus pemimpin yang lalu, bukan menggantikan. Di media televisi maupun internet kita melihat anak yang membanggakan kinerja bapaknya dan mengolok penerusnya. Partai mengumbar kesuksesan kepala pemerintahan yang didukungnya.

 

Kita disuguhkan tontonan yang tidak edukatif. Kerja pemerintahan adalah kerja bersama atau kerja kolektif. Bukan kerja segelintir orang yang berasal dari kelompok tertentu. Bila kelompok tertentu memiliki andil dalam pembangunan mungkin iya, namun bukan satu-satunya yang dapat mengklaim sebuah kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan. 

 

Pemerintah tak bisa sukses bila tak didukung oleh partner kerjanya baik dari Legislatif maupun Yudikatif. Dalam pemerintahan juga bukan milik satu golongan. Pemimpin dari partai tertentu mungkin iya, tapi kalau diklaim sebagai satu-satunya partai yang berhasil dalam pembangunan artinya menganulir peran partai pendukungnya.


Pergantian pemimpin pada hakikatnya meneruskan program yg lalu bukan mengganti atau menghapus program sebelumnya untuk sebuah kebanggaan "ini lhooo karya saya". Pembangunan harus didesain dalam jangka panjang (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional-RPJPN) dan diturunkan dalam program periodik 5 tahunan atau jangka menengah.


Belajarlah pada Jokowi, yang dianggap tak mempunyai program dan hanya meneruskan roadmap para pendahulunya. Saya pikir, kita bisa membuat sesuatu yang baru sama sekali sementara dan melanjutkan perencanaan pembangunan sudah dirancang bagus oleh para pendahulunya dan belum sempat dikerjakan. Bila digathukkan, Jokowi menerapkan kaidah almuhafadhatu ala al qadimisshalih wal akhdhu ala aljadidil ashlah. Menjaga dan mejalankan/meneruskan program lama yang baik dan membuat kebijakan baru yang baik dan bermanfaat bagi rakyat. 


Pembangunan bangsa dan negara bukan mengikuti pesta lima tahunan demokrasi, melainkan pembangunan yang berkelanjutan (suistainibility of development). Bila tak berkelanjutan, maka rakyat yang akan merugi. Pajak yang dibayarkan, tambang yang digadaikan, dan aset negara hanya untuk permainan sekelompok orang dengan mengatasnamakan bangsa dan negara tiap lima tahunan hingga dua periode lima tahunan.


Sudah saatnya kita memilih pemimpin desa,  daerah, negara yang memiliki wawasan pembangunan berkelanjutan. Bukan pemimpin yang hanya mementingkan diri dan kelompoknya dengan mengatasnamakan rakyat, umat, bangsa dan negara.


Abdul Basid

29 November 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...