![]() |
“Buat apa, Mas? Untuk Bank Sampah?”, tanya beliau
“Tidak Kiai, saya tidak mendirikan Bank Sampah, tapi Infak
Sampah”, jawab saya.
Beliau kemudian cerita tentang pengelolaan sampah di
komplek beliau, tiap rumah akan mendatangi Bank Sampah untuk menyetorkan sampah
untuk ditimbang, dihargai dan nantinya akan mendapatkan uang dari harga sampah
yang ditabung. Warga komplek sangat semangat untuk mengumpulkan sampah yang nantinya
dapat feedback berupa uang.
“Tidak, Kiai. Konsep Bank Sampah itu bagus, memberikan
motivasi masyarakat melihat nilai sampah dan keuntungan finansial serta
diharapkan memiliki kesadaran untuk mengelola sampah. Saya memilih Infak
Sampah, berharap sampah yang dikumpulkan itu sebagai sesuatu yang “dibuang” dan
benilai infak secara ikhlas, karena sampah. Biasanya, sedekah atau infak harta
benda memiliki orientasi terhadap prestisius diri (kehormatan), timbal balik
kelimpahan rejeki, penolak balak, dan orientasi imbalan lainnya. Bukankah,
konsep sedekah/infak itu seperti kita buang hajat, lepas dan tak kita pikirkan kembali”.
“Bagaimana cara mengumpulkan sampah warga?”, tanya
beliau
“Setiap rumah warga kita minta keikhlasannya untuk
mengumpulkan sampah komiditi, dengan kita beri plastik besar/kantong beras. Setiap
dua minggu sekali sampah tersebut dikumpulkan warga atau kita jemput, kita
pilah bersama dan kita jual ke Pak Haji Sholeh (juragan rongsok)”.
“Uangnya buat apa, Mas?”, tanya beliau kembali.
“Uang yang didapatkan dari penjualan sampah
dikumpulkan, kemudian disalurkan kepada fakir miskin, anak yatim, dan orang tua
jompo di komplek. Rencananya, sebagian uang hasil penjualan sampah tersebut
akan dibelikan al-Quran untuk diwakafkan ke masjid, mushalla, dan pesantren”.
“Dengan begitu, sampah yang dikumpulkan secara ikhlas
diberikan kepada paguyuban kemudian menjadi jariyah bagi warga. Selain bermaksud
membentuk perilaku warga untuk tidak membuang sampah sembarangan, diharapkan keikhlasan
warga dalam mengumpulkan dan memberikan sampah ke kami bisa menjadi amaliah
yang dapat membantu menuju surga nanti”.
“Sebab, bila dengan dengan Bank Sampah, maka semua
orientasinya pada duniawi bukan ukhrowi. Ada imbalan uang, dan motivasinya
adalah meteri atau uang (meterial oriented). Semua yang tidak tertuju
kepada-Nya akan musnah, kullu syaiun halikun illa wajhah. Kami hanya
membantu warga saja”.
“Mekaten Kiai”, tutup saya.
-------------------------------------
*Dialog ini, telah disesuaikan agar lebih enak untuk
menyampaikan pesan dalam dialog tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar