Kamis, 09 Februari 2023

Ke Surga Dengan Sampah

 


Setiap kegiatan di hotel di Jabodetabek, saya sempatkan untuk mengumpulkan botol plastik bekas air mineral peserta. Nah, saat di Hotel Santika Depok, seperti biasanya saya memungut botol bekas air mineral peserta kegiatan review hasil (luaran) peserta penerima bantuan publikasi ilmiah dari Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), saya ditanya sama Mas Arif Zamhari (Putera almaghfurlah KH. Hasyim Muzadi, Pengasuh Pondok Alhikam Depok):

“Buat apa, Mas? Untuk Bank Sampah?”, tanya beliau

“Tidak Kiai, saya tidak mendirikan Bank Sampah, tapi Infak Sampah”, jawab saya.

Beliau kemudian cerita tentang pengelolaan sampah di komplek beliau, tiap rumah akan mendatangi Bank Sampah untuk menyetorkan sampah untuk ditimbang, dihargai dan nantinya akan mendapatkan uang dari harga sampah yang ditabung. Warga komplek sangat semangat untuk mengumpulkan sampah yang nantinya dapat feedback berupa uang.

“Tidak, Kiai. Konsep Bank Sampah itu bagus, memberikan motivasi masyarakat melihat nilai sampah dan keuntungan finansial serta diharapkan memiliki kesadaran untuk mengelola sampah. Saya memilih Infak Sampah, berharap sampah yang dikumpulkan itu sebagai sesuatu yang “dibuang” dan benilai infak secara ikhlas, karena sampah. Biasanya, sedekah atau infak harta benda memiliki orientasi terhadap prestisius diri (kehormatan), timbal balik kelimpahan rejeki, penolak balak, dan orientasi imbalan lainnya. Bukankah, konsep sedekah/infak itu seperti kita buang hajat, lepas dan tak kita pikirkan kembali”.

“Bagaimana cara mengumpulkan sampah warga?”, tanya beliau

“Setiap rumah warga kita minta keikhlasannya untuk mengumpulkan sampah komiditi, dengan kita beri plastik besar/kantong beras. Setiap dua minggu sekali sampah tersebut dikumpulkan warga atau kita jemput, kita pilah bersama dan kita jual ke Pak Haji Sholeh (juragan rongsok)”.

“Uangnya buat apa, Mas?”, tanya beliau kembali.

“Uang yang didapatkan dari penjualan sampah dikumpulkan, kemudian disalurkan kepada fakir miskin, anak yatim, dan orang tua jompo di komplek. Rencananya, sebagian uang hasil penjualan sampah tersebut akan dibelikan al-Quran untuk diwakafkan ke masjid, mushalla, dan pesantren”.

“Dengan begitu, sampah yang dikumpulkan secara ikhlas diberikan kepada paguyuban kemudian menjadi jariyah bagi warga. Selain bermaksud membentuk perilaku warga untuk tidak membuang sampah sembarangan, diharapkan keikhlasan warga dalam mengumpulkan dan memberikan sampah ke kami bisa menjadi amaliah yang dapat membantu menuju surga nanti”.

“Sebab, bila dengan dengan Bank Sampah, maka semua orientasinya pada duniawi bukan ukhrowi. Ada imbalan uang, dan motivasinya adalah meteri atau uang (meterial oriented). Semua yang tidak tertuju kepada-Nya akan musnah, kullu syaiun halikun illa wajhah. Kami hanya membantu warga saja”.

“Mekaten Kiai”, tutup saya.

-------------------------------------

*Dialog ini, telah disesuaikan agar lebih enak untuk menyampaikan pesan dalam dialog tersebut.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...