Minggu, 10 September 2023

Akuntabilitas Publik ala ToA Masjid

(Abdul Basid)

“Terima kasih diterima dari Fulan sebesar dua ratus ribu rupiah (Rp.200.000), jazakumullahu khairan katsiran, jazakumullah ahsanal jazak. Mudah-mudahan Allah swt memberikan pahala yang berlipat-lipat ganda, dimudahkan segala urusannya, dilancarkan jalan rejekinya, diberikan kesehatan, keberkahan hidupnya. Pahalanya diniatkan kepada keluarganya yang berpulang ke rahmatullah. Pahalanya diberikan kepada almarhum A dan istri, untuk almarhumah B, wa ushulihim wa furu’ihim. Dan kuburnya dilapangkan dijadikan min riyadhil jannah…amin allahumma amin”.

Tiap minggu pagi terdengar suara Bapak pengurus mushalla yang menyiarkan sumbangan untuk pembangunan mushalla. Hal aneh yang saya rasakan saat tinggal di lingkungan rumah, sebab di kampung kelahiran tak ada penyebutan orang per orang yang memberikan sedekah ke masjid. Laporan keuangan masjid atau mushalla di desa kelahiran di tempelkan ke papan pengumuman keuangan dan dilaporkan saat rapat. Ada hikmah yang bisa diambil pelajaran, yaitu:

Pertama, mengumumkan siapa penyumbang dan berapa jumlah sumbangan yang dibacakan melalui ToA mushalla merupakan bagian dari akuntabilitas dan transparansi publik. Seberapa pun uang yang ditarik dari masyarakat, bagus dilaporkan detail kepada masyarakat untuk membangun keperscayaan (public trast). Upaya membangun public trust juga harus diikuti dalam semua lini pengelolaan keuangan di masjid dan mushalla, sebagai implementasi dari sifat amanah yang dicontohkan oleh rasulullah saw.

Kedua, dengan mengumumkan siapa dan jumlah sumbangan memberikan rasa bangga bisa memberikan sumbangan. Bila ada unsur saingan sumbangan (bimakna fastabiqul khairat), maka antar warga akan saling meninggikan jumlah sumbangan ke masjid atau mushalla. Hal itu menguntungkan bagi percepatan pembangunan masjid atau mushalla.

Ketiga, para penyumbang masih mengingat keluarga mereka yang telah meninggal dunia untuk dikirimkan pahala dari sedekah ke masjid. Meski transaksi tersebut kadang tidak masuk akal. Jumlah sumbangan yang kecil, doa yang dititipkan banyak sekali sambung menyambung berentet seperti menggunakan prinsip ekonomi sederhana; “dengan modal kecil diperoleh laba yang sebesar-besarnya”.

Keempat, mengumumkan penyumbang setiap minggu menjadi amal jariyah tersendiri bagi yang mengumumkan. Orang tersebut masuk dalam kategori berjihad di jalan Allah (dalam pembangunan tempat ibadah) dengan potensi diri. Potensi diri meliputi tenaga, pikiran, ilmu dan juga lisan untuk menyampaikan kebaikan. Hal ini menunjukkan bila tidak memiliki harta untuk disumbangkan ke masjid bisa memberikan sumbangsih ilmu, pikiran, tenaga atau lisannya dalam mendukung pembangunan masjid atau mushalla.

Akuntabilitas tidak hanya di atas kertas laporan keungan, dalam bentuk sederhana bias dilakukan seperti yang dilakukan oleh pengurus masjid atau mushalla yang mengumumkan siapa dan berapa jumlah sumbangan yang diberikan. Pengumuman ini selain memiliki makna posistif juga harus dipertimbangkan bagi para penyumbang untuk mengendalikan watak ujub, takabur dan riya (pamer) yang bisa muncul karena namanya disebut oleh pengurus pembangunan, lebih-lebih jumlahnya lebih besar dari tetangganya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...