(Abdul Basid)
“Terima kasih diterima dari Fulan sebesar dua ratus ribu rupiah (Rp.200.000), jazakumullahu khairan katsiran, jazakumullah ahsanal jazak. Mudah-mudahan Allah swt memberikan pahala yang berlipat-lipat ganda, dimudahkan segala urusannya, dilancarkan jalan rejekinya, diberikan kesehatan, keberkahan hidupnya. Pahalanya diniatkan kepada keluarganya yang berpulang ke rahmatullah. Pahalanya diberikan kepada almarhum A dan istri, untuk almarhumah B, wa ushulihim wa furu’ihim. Dan kuburnya dilapangkan dijadikan min riyadhil jannah…amin allahumma amin”.
Tiap
minggu pagi terdengar suara Bapak pengurus mushalla yang menyiarkan sumbangan untuk
pembangunan mushalla. Hal aneh yang saya rasakan saat tinggal di lingkungan rumah,
sebab di kampung kelahiran tak ada penyebutan orang per orang yang memberikan
sedekah ke masjid. Laporan keuangan masjid atau mushalla di desa kelahiran di
tempelkan ke papan pengumuman keuangan dan dilaporkan saat rapat. Ada hikmah
yang bisa diambil pelajaran, yaitu:
Pertama, mengumumkan
siapa penyumbang dan berapa jumlah sumbangan yang dibacakan melalui ToA
mushalla merupakan bagian dari akuntabilitas dan transparansi publik. Seberapa pun
uang yang ditarik dari masyarakat, bagus dilaporkan detail kepada masyarakat
untuk membangun keperscayaan (public trast). Upaya membangun public
trust juga harus diikuti dalam semua lini pengelolaan keuangan di masjid dan
mushalla, sebagai implementasi dari sifat amanah yang dicontohkan oleh
rasulullah saw.
Kedua,
dengan mengumumkan siapa dan jumlah sumbangan memberikan rasa bangga bisa memberikan
sumbangan. Bila ada unsur saingan sumbangan (bimakna fastabiqul khairat),
maka antar warga akan saling meninggikan jumlah sumbangan ke masjid atau mushalla.
Hal itu menguntungkan bagi percepatan pembangunan masjid atau mushalla.
Ketiga, para
penyumbang masih mengingat keluarga mereka yang telah meninggal dunia untuk
dikirimkan pahala dari sedekah ke masjid. Meski transaksi tersebut kadang tidak
masuk akal. Jumlah sumbangan yang kecil, doa yang dititipkan banyak sekali
sambung menyambung berentet seperti menggunakan prinsip ekonomi sederhana; “dengan
modal kecil diperoleh laba yang sebesar-besarnya”.
Keempat,
mengumumkan penyumbang setiap minggu menjadi amal jariyah tersendiri bagi yang
mengumumkan. Orang tersebut masuk dalam kategori berjihad di jalan Allah (dalam
pembangunan tempat ibadah) dengan potensi diri. Potensi diri meliputi tenaga,
pikiran, ilmu dan juga lisan untuk menyampaikan kebaikan. Hal ini menunjukkan
bila tidak memiliki harta untuk disumbangkan ke masjid bisa memberikan
sumbangsih ilmu, pikiran, tenaga atau lisannya dalam mendukung pembangunan
masjid atau mushalla.
Akuntabilitas
tidak hanya di atas kertas laporan keungan, dalam bentuk sederhana bias
dilakukan seperti yang dilakukan oleh pengurus masjid atau mushalla yang mengumumkan
siapa dan berapa jumlah sumbangan yang diberikan. Pengumuman ini selain memiliki
makna posistif juga harus dipertimbangkan bagi para penyumbang untuk
mengendalikan watak ujub, takabur dan riya (pamer) yang bisa muncul karena
namanya disebut oleh pengurus pembangunan, lebih-lebih jumlahnya lebih besar
dari tetangganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar