Lailatul
Qadar menjadi malam yang diburu bagi para perindu Ramadhan. Dimana kemuliaannya
melebihi 1000 bulan (khairun min alfi syahrin), kurang lebih delapan puluh tiga
(83) tahun kebaikan. Meraka akan meningkatkan intensitas ibadah di sepuluh (10) malam
terakhir, dan di malam-malam ganjil lebih bersemangat dalam menambah shalat
sunnah, bacaan al-Quran dan awrad (dzikir).
Malam Lailatul Qadar dicirikan keadaan malam yang tenang dan hening, angin berhembus lembut, langit bersih, cuaca cerah, bulan separuh nampan, tidak dingin dan tidak panas, dan paginya matahari berwarna putih cerah. Dengan ciri-ciri tersebut menjadikan perbincangan ringan di Pagemblungan, dan setiap malam Doel Zemprull selalu mencoba merasakan hawa yang dicirikan tersebut.
Puasa
diperintahkan kepada kita agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa (la’allakum
tattaquun). Menjalankan puasa setiap tahun ibarat kita me-recharging
baterai ketakwaan atau keimanan kita yang kembang-kempis (yazidu wa yanqus).
Selepas Ramadhan kita merasa diri lebih baik (sombong…xixixi), sebulan telah melaksanakan
puasa di siang hari dan perbanyak ibadah di malam hari (qiyam al-lail). Dan
di 10 malam terakhir sangat antusias dalam qiyam al-lail, dan merasa telah
mendapatkan lailatul qadar.
Kiai
Ahmad menjelaskan tentang ciri-ciri lailatul qadar dicirikan yang melekat dalam
diri. orang-orang yang telah menikmati malam lailatul qadar pembawaannya lebih
tenang dalam menghadapi kehidupan (la khaufun wa yahzanun). Mereka tidak
takut dan khawatir tentang keadaannya, meyakini penuh atas kehendak Allah swt. Penampakannya
bersih dan berseri-seri, orang yang melihat wajahnya tanpa ada beban dan
bersahabat terhadap semuanya. Memandang semua dengan mata kasih-sayang (bi’ainirrahmah).
Tidak gampang terslut emosi (tenang) dan nge-freeze saat mendapatkan
informasi tentang apapun termasuk informasi tentang keburukan dirinya. Mereka menjadi
penerang bagi orang-orang di sekitarnya, bukan menjadi trouble maker bagi
lingkungannya.
Jadi,
malam Lailatul Qadar bukan dikejar untuk mendapatkan pahala setara lebih dari
83 tahun, apalagi kebanggan paling menimati malam tersebut dengan peribadatan
maksimal. Yang perlu dicermati adalah dampaknya terhadap diri kita, perubahan
apa yang kita rasakan setelah beribadah dengan sungguh-sungguh penuh keikhlasan
(imanan wahtisaban) selama sebulan penuh bahkan di malam-malan tertentu meningkatkan
intensitas ibadah.
Dampak
positif yang ada harus terjaga agar tidak redup hingga kembali bertemu Ramadhan
di tahun berikutnya. Ibarat HP agar tidak lowbat, ibarat lampu agar tidak redup
sebelum tiba Ramadhan dan me-recharging kembali keimanan dan ketakwaan kita. Sehingga
siklus itu bisa terjaga dengan baik. Ramdhan menjadi sumber energi ketakwaan
yang terbesar agar lampu bisa terang dalam setahun penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar