Selasa, 18 Maret 2025

Lailatul Qadar Dalam Diri

Lailatul Qadar menjadi malam yang diburu bagi para perindu Ramadhan. Dimana kemuliaannya melebihi 1000 bulan (khairun min alfi syahrin), kurang lebih delapan puluh tiga (83) tahun kebaikan. Meraka akan meningkatkan intensitas ibadah di sepuluh (10) malam terakhir, dan di malam-malam ganjil lebih bersemangat dalam menambah shalat sunnah, bacaan al-Quran dan awrad (dzikir).  

Malam Lailatul Qadar dicirikan keadaan malam yang tenang dan hening, angin berhembus lembut, langit bersih, cuaca cerah, bulan separuh nampan, tidak dingin dan tidak panas, dan paginya matahari berwarna putih cerah. Dengan ciri-ciri tersebut menjadikan perbincangan ringan di Pagemblungan, dan setiap malam Doel Zemprull selalu mencoba merasakan hawa yang dicirikan tersebut. 

Puasa diperintahkan kepada kita agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa (la’allakum tattaquun). Menjalankan puasa setiap tahun ibarat kita me-recharging baterai ketakwaan atau keimanan kita yang kembang-kempis (yazidu wa yanqus). Selepas Ramadhan kita merasa diri lebih baik (sombong…xixixi), sebulan telah melaksanakan puasa di siang hari dan perbanyak ibadah di malam hari (qiyam al-lail). Dan di 10 malam terakhir sangat antusias dalam qiyam al-lail, dan merasa telah mendapatkan lailatul qadar.

Kiai Ahmad menjelaskan tentang ciri-ciri lailatul qadar dicirikan yang melekat dalam diri. orang-orang yang telah menikmati malam lailatul qadar pembawaannya lebih tenang dalam menghadapi kehidupan (la khaufun wa yahzanun). Mereka tidak takut dan khawatir tentang keadaannya, meyakini penuh atas kehendak Allah swt. Penampakannya bersih dan berseri-seri, orang yang melihat wajahnya tanpa ada beban dan bersahabat terhadap semuanya. Memandang semua dengan mata kasih-sayang (bi’ainirrahmah). Tidak gampang terslut emosi (tenang) dan nge-freeze saat mendapatkan informasi tentang apapun termasuk informasi tentang keburukan dirinya. Mereka menjadi penerang bagi orang-orang di sekitarnya, bukan menjadi trouble maker bagi lingkungannya.

Jadi, malam Lailatul Qadar bukan dikejar untuk mendapatkan pahala setara lebih dari 83 tahun, apalagi kebanggan paling menimati malam tersebut dengan peribadatan maksimal. Yang perlu dicermati adalah dampaknya terhadap diri kita, perubahan apa yang kita rasakan setelah beribadah dengan sungguh-sungguh penuh keikhlasan (imanan wahtisaban) selama sebulan penuh bahkan di malam-malan tertentu meningkatkan intensitas ibadah.

Dampak positif yang ada harus terjaga agar tidak redup hingga kembali bertemu Ramadhan di tahun berikutnya. Ibarat HP agar tidak lowbat, ibarat lampu agar tidak redup sebelum tiba Ramadhan dan me-recharging kembali keimanan dan ketakwaan kita. Sehingga siklus itu bisa terjaga dengan baik. Ramdhan menjadi sumber energi ketakwaan yang terbesar agar lampu bisa terang dalam setahun penuh.

Siapkah kita meraih malam lailatul qadar dan menancapkan ciri-cirinya dalam diri kita. Ending menjalankan kewajiban puasa Ramadhan adalah ketakwaan seperti halnya kemabruran yang harus diraih dalam berhaji, ketenangan dan terjauhkan dari perbuatan keji dan munkar (tanha fahsya; wal munkar). Selamat meraih lailatul qadar dan menancapkan pada karakter diri kita pasca yaum al-eid hingga bertemu Ramadhan kembali. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...