Minggu, 09 November 2025

Piket dan Kerja Bakti (rokan) di Sekolah Jangan Dihapuskan

Miris saat melihat lingkungan sekolah yang kotor, kumuh, sampah berserak dan di beberapa tempat ditumbuhi rumput dan semak belukar. Kepala sekolah dan guru gagal menerapkan materi ajar untuk membangun tanggung jawab terhadap masyarakat sekolah yang membiarkan lingkungannya kotor, kumuh dan jorok. Kepala sekolah disibukkan dengan rapat dan rapat, sedangkan guru hanya fokus mengajar. 

Sekolah unggulan menghindari protes orang tua/wali, dengan biaya mahal namun tetap menerapkan budaya feodalisme memanfaatkan anak-anak untuk bersih-bersih sekolah. Ada beberapa orang yang menghitung biaya pendidikan dengan layanan yang diberikan oleh sekolah. Secara tak sadar anak-anak hanya datang, mengikuti belajar mengajar di kelas dan kemudian pulang selama masa studi.

Di beberapa sekolah, menghapuskan jadwal piket (bersih-bersih) kelas untuk memperoleh fokus belajar. Padahal kita bisa mengamati, betapa anak-anak akan bangun pagi dan berangkat lebih awal untuk menunjukkan tanggung jawabnya saat jadwal piketnya. Sekolah juga sudah tidak lagi mengadakan kerja bakti siswa, dulu diistilahkan “Jumat Bersih”. Kegiatan tersebut bukan sebagai seremonial belaka yang fungsinya sudah diambil oleh Tukang Kebun atau Cleaning Servis. Jumat Bersih merupakan bagian dari penanaman budaya kebersihan, rasa memiliki terhadap tempat belajarnya, dan menjaga kebersihan lingkungan.

Di sekolah sudah tidak diberi tanggung jawab, di rumah juga akan lebih sulit orang tua menyuruh anak-anaknya untuk menyapu dan bersih-bersih rumah. Mereka hanya fokus pada gadget dan malas gerak (mager) untuk melakukan kegiatan bersih-bersih. Sementara ada hasil riset yang dilakukan selama 75 tahun oleh Harvard University, bahwa anak-anak yang terlibat dalam pekerjaan rumah tangga akan memiliki peluang meraih kesuksesan di masa dewasa.

Coba Kita amati, mba-mba atau mas-mas penjaga Alfa atau Indomart. Mereka menata dagangan, menyapu, membersihkan kaca, sopan melayani pembeli dan menjadi kasir bahkan merangkap sebagai securiti. Kita mungkin menilai hal demikian sebagai bentuk eksploitasi, karena perusahaan tidak mau rugi. Di sisi lain, perusahaan ingin membangun kecintaan karyawan terhadap lingkungan dan pekerjaannya. Seakan ingin mengatakan “Kamu mendapatkan penghasilan dari toko, maka Kamu harus layani dan jaga baik-baik tempat penghasilanmu”.

Nah, dengan melihat mekanisme kerja di atas, sekolah/madrasah seharusnya bisa membangun tanggung jawab, rasa cinta terhadap tempat belajarnya, menjaga kenyamanan belajar, menjadikan siswa dan orang tua sebagai sales marketing (kepuasan layanan), disiplin, hormat pada guru dan orang yang lebih tua, kemandirian (kemampuan mengurus diri), peduli sesama, cinta tanah air dan bangsa melalui proses belajar mengajar dan habbituasi yang mengarah pada pencapaian tujuan tersebut. Penguasaan mata pelajaran bisa dicapai dalam waktu singkat, namun masa studi jangan disia-siakan hanya untuk penguasaan materi dengan nilai-nilai bagus di raport namun tidak berkarakter.

Salah satu kagiatan untuk bangun karakter tanggung jawab, penanaman kebersihan, cinta terhadap tempat belajar, dan menjaga kenyamanan belajar adalah piket kelas dan kerja bakti. Kerja bakti di pesantren dikenal dengan rokan, yang berasal dari tabarukan atau mencari berkah dari kontribusinya pada pesantren yang akan menjadi jariyah para santri. Tabarukan atau ngalap berkah atas keikhlasan kiai yang mengajarkan ilmu agama. Menjalankan piket kelas, dan kerja bakti di sekolah juga menjadi keberkahan sendiri bagi para siswa tentunya melalui teladan para guru dan pemangku sekolah. Sehingga tidak hanya capaian akademik yang baik, juga terbangun budaya atau habbit yang baik di sekolah yang akan mengkarakter pada individu siswa yang bermanfaat kelak nanti (AB09112025). 

Sabtu, 08 November 2025

Mungkinkah Dibentuk Pesantren Desa?

Pesantren memiliki lima unsur yaitu; Kiai, Santri, Masjid, Kitab Kuning (kurikulum), dan pondok sebagian menambahkan adanya maqbarah para muassis (makam pendiri). Pesantren dikenal dengan kemandiriannya, terintegrasi dengan masyarakat, dan tidak menggunakan pendekatan klasikal melainkan sorogan dan bandongan serta menganut ketuntatasan dalam pembelajaran (mastery learning). Ciri lain pesantren adalah moderat, mengajarkan cinta tanah air dan bangsa serta menghargai keragaman. Dalam perkembangannya, pesantren dibedakan dengan pesantren modern (kholaf) dan tradisional (salaf/slafiyah). Pesantren modern memadukan antara pendidikan umum dan kajian kitab kuning sedangkan pesantren tradisional (salaf/salafiyah) hanya kajian kitab kuning. Apakah ciri-ciri dan karakter ini bisa diimplementasikan dalam lingkungan yang lebih luas dan komperhensif, yaitu di Desa.

Secara umum, desa memiliki masjid jami’ dan mushalla-mushalla di RT atau RW. Desa memiliki Kiai Kampung, dan ada tradisi keagamaan yang melekat di masyarakat. Di desa terdapat pengajian al-Quran, TPQ, Madrasah Diniyah, dan pengajian rutin. Pendidikan dilakukan dari anak usia dini hingga usia lanjut. Rumah penduduk merupakan pondok/kobong santri (masyarakat). Desa juga memiliki satuan pendidikan umum seperti Pendidikan anak usia dini (KB & TK/RA), SD/MI, dan sebagian memilki SMP atau MTs.

Untuk mengaplikasikan karakter pesantren dalam kehidupan masyarakat, harus didesain bersama, menyusun visi dan misi bersama serta mendesain kurikulum bersama. Desain kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia dini, anak-anak, remaja, dewasa hingga usia lanjut baik keagamaan maupun pendidikan umum sehingga ada keseimbangan antara kebutuhan keagamaan dan pendidikan umum. Untuk diimplementasikan di desa, lebih cocok menggunakan karakteristik pesantren kholaf (modern).

Selain kurikulum dan vokasi/keterampilan, membutuhkan pemimpin spiritual (kiai) yang disegani oleh masyarakat disamping penguasaan kitab kuning. Penirian Pesantren Desa membutuhkan pemimpin struktural yang kuat dan bisa merangkul seluruh lapisan masyarakat serta mampu bekerjasama dengan pemimpin spiritual untuk membuat kebijakan yang mendukung pembentukan sebuah desa pesantren atau desa madani atau qaryah thayyibah dalam bingkai pesantren.

Membangun masyarakat pesantren tidak semudah mendirikan bangunan pesantren penuh fasilitas kemudian membuka pendaftaran para guru, santri dan pelaksanaan pembelajaran. Tradisi baik dalam pesantren yang akan dipraktikkan dalam lingkungan masyarakat yang heterogen membutuhkan waktu dan pendekatan serta kekuatan spiritualitas pemimpin desa. Desain kurikulum terpadu antara pendidikan umum dan keagamaan harus linier dengan praktik keagamaan serta teladan dari tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Bila kepala desa dianggap sebagai lurah pondok, maka dia harus bertanggung jawab mengawal masyarakat (santri) belajar dan mempraktikkan keagamaan dengan baik. praktik keagamaan tidak hanya shalat jamaah, shalat sunnah, zakat, puasa, dan ibadah lainnya termasuk akhlakul karimah masyarakat. Tokoh agama harus menjadi teladan dan sumber ilmu bagi masyarakat. Santri (masyarakat) yang menyalahi adat istiadat atau etika kemasyarakat terkena hukuman sosial (takzir), maka para pemimpin harus berintegritas serta mampu menjadi teladan.

Di pesantren, semua santri yang hadir atau dipaksa hadir oleh orang tuanya harus memiliki satu tujuan yaitu menuntut ilmu dan mengikuti tata aturan dalam pesantren. Nah, masyarakat desa harus membangun kepentingan dan tujuan bersama, yang akan memudahkan dalam membentuk Pesantren Desa tersebut.

Pesantren Desa bukanlah sebuah projek sesaat, melainkan membangun masyarakat dengan mengimplementasikan nilai-nilai yang dikembangkan pada pesantren. Nabi Muhammad saw, bisa mendirikan kota Madinah dengan pemerintahan yang penuh teladan kenabian dan petunjuk (al-Quran). Kita tidak memiliki effort prophetic, yang dapat kita lihat adalah praktik yang dilakukan para kiai yang mengasuk pesantren dengan ciri-ciri di atas yang dimungkinkan dapat dikembangkan dalam lingkungan masyarakat yang beragam.

Piket dan Kerja Bakti (rokan) di Sekolah Jangan Dihapuskan

Miris saat melihat lingkungan sekolah yang kotor, kumuh, sampah berserak dan di beberapa tempat ditumbuhi rumput dan semak belukar. Kepala s...