Sabtu, 08 November 2025

Mungkinkah Dibentuk Pesantren Desa?

Pesantren memiliki lima unsur yaitu; Kiai, Santri, Masjid, Kitab Kuning (kurikulum), dan pondok sebagian menambahkan adanya maqbarah para muassis (makam pendiri). Pesantren dikenal dengan kemandiriannya, terintegrasi dengan masyarakat, dan tidak menggunakan pendekatan klasikal melainkan sorogan dan bandongan serta menganut ketuntatasan dalam pembelajaran (mastery learning). Ciri lain pesantren adalah moderat, mengajarkan cinta tanah air dan bangsa serta menghargai keragaman. Dalam perkembangannya, pesantren dibedakan dengan pesantren modern (kholaf) dan tradisional (salaf/slafiyah). Pesantren modern memadukan antara pendidikan umum dan kajian kitab kuning sedangkan pesantren tradisional (salaf/salafiyah) hanya kajian kitab kuning. Apakah ciri-ciri dan karakter ini bisa diimplementasikan dalam lingkungan yang lebih luas dan komperhensif, yaitu di Desa.

Secara umum, desa memiliki masjid jami’ dan mushalla-mushalla di RT atau RW. Desa memiliki Kiai Kampung, dan ada tradisi keagamaan yang melekat di masyarakat. Di desa terdapat pengajian al-Quran, TPQ, Madrasah Diniyah, dan pengajian rutin. Pendidikan dilakukan dari anak usia dini hingga usia lanjut. Rumah penduduk merupakan pondok/kobong santri (masyarakat). Desa juga memiliki satuan pendidikan umum seperti Pendidikan anak usia dini (KB & TK/RA), SD/MI, dan sebagian memilki SMP atau MTs.

Untuk mengaplikasikan karakter pesantren dalam kehidupan masyarakat, harus didesain bersama, menyusun visi dan misi bersama serta mendesain kurikulum bersama. Desain kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia dini, anak-anak, remaja, dewasa hingga usia lanjut baik keagamaan maupun pendidikan umum sehingga ada keseimbangan antara kebutuhan keagamaan dan pendidikan umum. Untuk diimplementasikan di desa, lebih cocok menggunakan karakteristik pesantren kholaf (modern).

Selain kurikulum dan vokasi/keterampilan, membutuhkan pemimpin spiritual (kiai) yang disegani oleh masyarakat disamping penguasaan kitab kuning. Penirian Pesantren Desa membutuhkan pemimpin struktural yang kuat dan bisa merangkul seluruh lapisan masyarakat serta mampu bekerjasama dengan pemimpin spiritual untuk membuat kebijakan yang mendukung pembentukan sebuah desa pesantren atau desa madani atau qaryah thayyibah dalam bingkai pesantren.

Membangun masyarakat pesantren tidak semudah mendirikan bangunan pesantren penuh fasilitas kemudian membuka pendaftaran para guru, santri dan pelaksanaan pembelajaran. Tradisi baik dalam pesantren yang akan dipraktikkan dalam lingkungan masyarakat yang heterogen membutuhkan waktu dan pendekatan serta kekuatan spiritualitas pemimpin desa. Desain kurikulum terpadu antara pendidikan umum dan keagamaan harus linier dengan praktik keagamaan serta teladan dari tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Bila kepala desa dianggap sebagai lurah pondok, maka dia harus bertanggung jawab mengawal masyarakat (santri) belajar dan mempraktikkan keagamaan dengan baik. praktik keagamaan tidak hanya shalat jamaah, shalat sunnah, zakat, puasa, dan ibadah lainnya termasuk akhlakul karimah masyarakat. Tokoh agama harus menjadi teladan dan sumber ilmu bagi masyarakat. Santri (masyarakat) yang menyalahi adat istiadat atau etika kemasyarakat terkena hukuman sosial (takzir), maka para pemimpin harus berintegritas serta mampu menjadi teladan.

Di pesantren, semua santri yang hadir atau dipaksa hadir oleh orang tuanya harus memiliki satu tujuan yaitu menuntut ilmu dan mengikuti tata aturan dalam pesantren. Nah, masyarakat desa harus membangun kepentingan dan tujuan bersama, yang akan memudahkan dalam membentuk Pesantren Desa tersebut.

Pesantren Desa bukanlah sebuah projek sesaat, melainkan membangun masyarakat dengan mengimplementasikan nilai-nilai yang dikembangkan pada pesantren. Nabi Muhammad saw, bisa mendirikan kota Madinah dengan pemerintahan yang penuh teladan kenabian dan petunjuk (al-Quran). Kita tidak memiliki effort prophetic, yang dapat kita lihat adalah praktik yang dilakukan para kiai yang mengasuk pesantren dengan ciri-ciri di atas yang dimungkinkan dapat dikembangkan dalam lingkungan masyarakat yang beragam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Piket dan Kerja Bakti (rokan) di Sekolah Jangan Dihapuskan

Miris saat melihat lingkungan sekolah yang kotor, kumuh, sampah berserak dan di beberapa tempat ditumbuhi rumput dan semak belukar. Kepala s...