Selasa, 17 Maret 2015

Bye

# Pengalan cerita " Siluette Cinta "
 
Akhir-akhir ini sering saat menutup pembicaraan dengan bye, seperti “Mandi dulu ya,....bye “,......atau “udah dulu ya paaa,..bye” yang sebelumnya jarang bahkan tak pernah ia ucapkan. Ada awalan yang akan ditutup dengan akhiran, ada pertemuan juga akan ada perpisahan, serta ada seremonial pembukaan dalam kegiatan dan akan ada penutupan. Kata "bye ", yang sering Robby dengar sering membuat ia melamun selalu, sesekali di tempat kerja bahkan bila malam hingga ketiduran.
Aku merasa bahagia, sedih dan juga mempunyai rasa takut. Ketakutan untuk berpisah dan kehilangan orang yang kita sayang dan cinta. Walaupun secara sadar, aku memahami dan sangat mengerti dia.
Cinta itu bahagia;
Saat kekasih berkenan hidup bersama;

Cinta itu indah,
Saat mengenangnya, hingga tua usia kita;

Cinta itu derita karena rindu mendera;
Saat tak ada kabar darinya;

Cinta itu sengsara, jangankan untuk bersama
hingga tutup usia tak berjumpa;

Cinta harus legawa, rela dengan doa mengiringnya
agar dia bahagia dan mulia

Aku begitu merasa dibutuhkan olehnya, dan aku sangat merindukannya. Dia merasa seperti puber untuk kesekian kalinya, seperti remaja baru jatuh cinta. Sehingga tak ingin kehilangan dan ditinggalkan olehku, bahkan demikian juga aku.
"Ah tidak,......aku terlalu ngelantur, melambung tinggi tak ingat apa yang telah dia sampaikan", sejenak Robby menghalau lamunan
Dia sangat merindukan ayahnya shafa ingat keluarga dan membangun keluarga indah yang pernah ia rasakan di awal pernikahannya. Dia juga merasakan begitu indah ia menyayanginya dan anaknya, sebagai seorang ayah yang tak lagi keluar malam mengurusi para wanita.
Dia tak ingin mengingat tubuh kekar yang menindihnya, dan bermain liar di ranjang hingga berulang-ulang. Hanya karena mengingat begitu banyak waktu yang dihabiskan untuk para wanitanya. Bahkan saat ia pulang walau merasa jijik dan kecewa tetaplah harus melayani sebagai kewajibannya.
Dia juga tak ingin seorang kepala keluarga yang begitu mudah menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan tanpa ada perencanaan. Tak ingat suatu saat badannya rentah dan sakit-sakitan tak bisa apa-apa. Dia takkan ingin suaminya sebagai orang yang pamer kekayaan dan bersenang-senang hingga lupa ada istri yang menunggunya.
Dia hanya rindu saat indah disayang dan dimanja, dimana suami selalu berada disisihnya untuk membicarakan masa depan anak-anaknya. Pendidikan, agama, kesehatan dan semua untuk kebaikan keluarga. Yang telah direnggut oleh nafsu hura-hura dan syahwat yang menghinggapi suaminya.
Kehadiran suaminya yang perhatian dan sayang serta mencumbu mesra, dan romantis saat merayu dan memanjakannya. Suaminya adalah kerinduannya, bukan aku yang dikenal dari belantara maya. Yang menjadi mimpi indah bersama, bukan sosok yang akan ada disampingnya untuk membangun sakinah, mawaddah wa rahmah.
Aku menyadarinya, aku menyayangi dan merindukannya bahkan bermimpi untuk hidup bersama. Aku tak ingin merusak mimpi dan kerinduan terhadap keluarganya, aku rela untuk menemaninya hingga suaminya kembali ke pangkuannya dan membimbing shafa serta anak-anak yang akan dilahirkan dari rahimnya. 
Kan kuketuk pintu langit untuk mengiba, untukmu wahai kekasih yang kucinta, kuminta kebahagiaanmu kembali dengan shafa dan ayahnya. Tak lupa kuminta anak laki-laki yang lahir dari cinta, yang akan menambah sayang dan meninggalkan wanita lainnya hanya untukmu dan shafa.
Sedangkan aku akan berjalan menelusuri dan menemukan kesejatian cinta, sambil membawa bayangannya untuk turut serta. Mengingat indah dalam kebersamaan membangun keluarga sakinah, mawaddah warahmah. Mungkin sesekali akan tersenyum bahagia, diam menerawang jauh membayangkan kebahagiaan dia dengan shafa dan adiknya serta ayahnya, dan mungkin akan menangis saat teringat kisah hidupnya yang aku tutup dengan doa agar dia bahagia, berkah dan mulia.
Di kemudian hari dia akan mengatakan “ Bye Papa....”
Dan aku akan tersenyum berat bahagia bercampur nestapa, sambil meneteskan air mata. Itulah cinta, bersiap untuk tidak memilikinya dan berjuang untuk kebahagiaan dan kemuliaannya. Dia melangkah pergi bersama shafa dan ayahnya, sedangkan aku berdiri terdiam memandanginya sambil mengucapkan “Salam Sayang Papa, birahmatillahi wal barokah. Papa akan selalu merindukan kalian berdua”.
------ ----- -------
Aku tak perduli, apakah dia akan mengingatku atau tidak. Yang penting dia telah bahagia bersama orang yang mampu membahagiakannya. Aku hanyalah bayangan yang dia impikan, bukan sosok nyata yang didambakan.
Sementara aku akan membuat rumah indah saat kami membayangkan keindahan hidup bersama, dengan keriangan anak-anak. Dia akan selalu ada dalam nyataku, walau hanya sebagai siluette cinta.
Terbayang, saat pulang kerja aku disambutnya, bersalaman minta cium dan sesekali manja minta digendong. Masuk kamar akan terbayang dia berada di ranjang tertidur pulas, dengan kain tipis transparan sehingga tampak lekuk tubuhnya karena menunggu menjalankan kewajibannya. Masuk dapur terbayang dia memasak dipeluk dari belakang dan dicium. Duduk di belakang rumah, membayangkan ia memetik pepaya ungu, sawo dan mangga. Saat salam, menengok ke kanan terbayang dia menjadi makmum dan anak-anak. Kubalikan badan untuk bersalaman, mencium di pipi kanan, pipi kiri, dan jidatnya. Dan masih banyak keindahan-keinahan yang kita bayangkan bersama.
Aku akan selalu merindukannya, aku yakin dia akan datang untuk menyapa dengan cinta. Entah kapan waktunya, mungkin aku sudah tua hingga mataku tak mengenalinya atau hanya berjumpa dengan pusara sebagai tanda aku telah tiada.
------ ------ -------
Beribu bayangan dan harapan hanya tinggal satu;

Bukan tiap malam tidur dalam pelukanmu;
Atau belanja bersama beli baju;
Atau engkau memasak sementara aku mengganggu;

Juga bukan mengelus dan mencium perutmu, karena kau kandung anakku;
Juga bukan tiap malam cerita untuk menidurkanmu;
Juga bukan tiap berangkat dan pulang kerja kucium keningmu;
Juga bukan karena kau ingin bercinta, aku harus batalkan puasa sunah;

Juga bukan indahnya bercinta di bawah shower dan berendam;
Juga bukan kata sayang yang sering engkau lontarkan;
Juga bukan ciuman dalam menutup rangkaian pesan;
Juga bukan bercinta denganmu, tengkurep atau telentang;
Dengan berbagai gaya yang kita inginkan;

Beribu harapan dan bayangan hanya tinggal satu;
Mulia hidupmu di dunia dan akhiratmu;
Aku tak dapat memberimu sesuatu;
Kecuali doa selalu untukmu.......

Aku juga takkan memintamu, untuk hidup bersamaku;
Walu itu yang menjadi nyanyian dalam kerinduanku padamu;
Karena kau pun ragu, saat sendiri kau jawab tak tau;
Banyak pilihanmu, aku cemburu namun tiada lagi kemampuanku;
Kecuali untuk menemanimu hingga tiba waktumu;
Meninggalkanku.......

Kan terucap berat olehku, selamat menempuh hidup baru;
Aku kan slalu merindukanmu.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...