Akhir-akhir ini sering saat menutup pembicaraan
dengan bye, seperti “Mandi dulu ya,....bye “,......atau “udah dulu ya paaa,..bye” yang sebelumnya
jarang bahkan tak pernah ia ucapkan. Ada awalan yang akan ditutup dengan
akhiran, ada pertemuan juga akan ada perpisahan, serta ada seremonial pembukaan
dalam kegiatan dan akan ada penutupan. Kata "bye ", yang sering Robby dengar sering membuat ia melamun selalu, sesekali di tempat kerja bahkan bila malam hingga ketiduran.
Aku merasa bahagia, sedih dan juga mempunyai rasa
takut. Ketakutan untuk berpisah dan kehilangan orang yang kita sayang dan cinta.
Walaupun secara sadar, aku memahami dan sangat mengerti dia.
Cinta itu
bahagia;
Saat kekasih
berkenan hidup bersama;
Cinta itu
indah,
Saat
mengenangnya, hingga tua usia kita;
Cinta itu derita
karena rindu mendera;
Saat tak ada
kabar darinya;
Cinta itu
sengsara, jangankan untuk bersama
hingga tutup
usia tak berjumpa;
Cinta harus
legawa, rela dengan doa mengiringnya
agar dia
bahagia dan mulia
Aku begitu merasa dibutuhkan olehnya, dan aku
sangat merindukannya. Dia merasa seperti puber untuk kesekian kalinya, seperti
remaja baru jatuh cinta. Sehingga tak ingin kehilangan dan ditinggalkan olehku,
bahkan demikian juga aku.
"Ah tidak,......aku terlalu ngelantur, melambung tinggi
tak ingat apa yang telah dia sampaikan", sejenak Robby menghalau lamunan
Dia sangat merindukan ayahnya shafa
ingat keluarga dan membangun keluarga indah yang pernah ia rasakan di awal
pernikahannya. Dia juga merasakan begitu indah ia menyayanginya dan anaknya, sebagai
seorang ayah yang tak lagi keluar malam mengurusi para wanita.
Dia tak ingin mengingat tubuh kekar yang
menindihnya, dan bermain liar di ranjang hingga berulang-ulang. Hanya karena
mengingat begitu banyak waktu yang dihabiskan untuk para wanitanya. Bahkan saat ia pulang walau merasa jijik dan kecewa tetaplah harus melayani sebagai kewajibannya.
Dia juga tak ingin seorang kepala keluarga yang
begitu mudah menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan tanpa ada perencanaan.
Tak ingat suatu saat badannya rentah dan sakit-sakitan tak bisa apa-apa. Dia
takkan ingin suaminya sebagai orang yang pamer kekayaan dan bersenang-senang
hingga lupa ada istri yang menunggunya.
Dia hanya rindu saat indah disayang dan dimanja,
dimana suami selalu berada disisihnya untuk membicarakan masa depan
anak-anaknya. Pendidikan, agama, kesehatan dan semua untuk kebaikan keluarga.
Yang telah direnggut oleh nafsu hura-hura dan syahwat yang menghinggapi
suaminya.
Kehadiran suaminya yang perhatian dan sayang serta
mencumbu mesra, dan romantis saat merayu dan memanjakannya. Suaminya adalah
kerinduannya, bukan aku yang dikenal dari belantara maya. Yang menjadi mimpi
indah bersama, bukan sosok yang akan ada disampingnya untuk membangun sakinah,
mawaddah wa rahmah.
Aku menyadarinya, aku menyayangi dan merindukannya
bahkan bermimpi untuk hidup bersama. Aku tak ingin merusak mimpi dan kerinduan
terhadap keluarganya, aku rela untuk menemaninya hingga suaminya kembali ke
pangkuannya dan membimbing shafa serta anak-anak yang akan dilahirkan dari
rahimnya.
Kan kuketuk pintu langit untuk mengiba, untukmu wahai kekasih yang kucinta, kuminta kebahagiaanmu kembali dengan shafa dan ayahnya. Tak lupa kuminta anak laki-laki yang lahir dari cinta, yang akan menambah sayang dan meninggalkan wanita lainnya hanya untukmu dan shafa.
Sedangkan aku akan berjalan menelusuri dan
menemukan kesejatian cinta, sambil membawa bayangannya untuk turut serta.
Mengingat indah dalam kebersamaan membangun keluarga sakinah, mawaddah
warahmah. Mungkin sesekali akan tersenyum bahagia, diam menerawang jauh
membayangkan kebahagiaan dia dengan shafa dan adiknya serta ayahnya, dan mungkin akan
menangis saat teringat kisah hidupnya yang aku tutup dengan doa agar
dia bahagia, berkah dan mulia.
Di kemudian hari dia akan mengatakan “ Bye
Papa....”
Dan aku akan tersenyum berat bahagia bercampur
nestapa, sambil meneteskan air mata. Itulah cinta, bersiap untuk tidak
memilikinya dan berjuang untuk kebahagiaan dan kemuliaannya. Dia melangkah
pergi bersama shafa dan ayahnya, sedangkan aku berdiri terdiam memandanginya
sambil mengucapkan “Salam Sayang Papa,
birahmatillahi wal barokah. Papa akan selalu merindukan kalian berdua”.
------ ----- -------
Aku tak perduli, apakah dia akan mengingatku atau
tidak. Yang penting dia telah bahagia bersama orang yang mampu
membahagiakannya. Aku hanyalah bayangan yang dia impikan, bukan sosok nyata
yang didambakan.
Sementara aku akan membuat rumah indah saat kami
membayangkan keindahan hidup bersama, dengan keriangan anak-anak. Dia akan
selalu ada dalam nyataku, walau hanya sebagai siluette cinta.
Terbayang, saat pulang kerja aku disambutnya,
bersalaman minta cium dan sesekali manja minta digendong. Masuk kamar akan
terbayang dia berada di ranjang tertidur pulas, dengan kain tipis transparan
sehingga tampak lekuk tubuhnya karena menunggu menjalankan kewajibannya. Masuk
dapur terbayang dia memasak dipeluk dari belakang dan dicium. Duduk di belakang
rumah, membayangkan ia memetik pepaya ungu, sawo dan mangga. Saat salam,
menengok ke kanan terbayang dia menjadi makmum dan anak-anak. Kubalikan badan
untuk bersalaman, mencium di pipi kanan, pipi kiri, dan jidatnya. Dan masih
banyak keindahan-keinahan yang kita bayangkan bersama.
Aku akan selalu merindukannya, aku yakin dia akan
datang untuk menyapa dengan cinta. Entah kapan waktunya, mungkin aku sudah tua hingga
mataku tak mengenalinya atau hanya berjumpa dengan pusara sebagai tanda aku telah tiada.
------ ------ -------
Beribu bayangan dan
harapan hanya tinggal satu;
Bukan tiap malam
tidur dalam pelukanmu;
Atau belanja bersama
beli baju;
Atau engkau memasak
sementara aku mengganggu;
Juga bukan mengelus
dan mencium perutmu, karena kau kandung anakku;
Juga bukan tiap malam
cerita untuk menidurkanmu;
Juga bukan tiap
berangkat dan pulang kerja kucium keningmu;
Juga bukan karena kau
ingin bercinta, aku harus batalkan puasa sunah;
Juga bukan indahnya
bercinta di bawah shower dan berendam;
Juga bukan kata
sayang yang sering engkau lontarkan;
Juga bukan ciuman
dalam menutup rangkaian pesan;
Juga bukan bercinta
denganmu, tengkurep atau telentang;
Dengan berbagai gaya
yang kita inginkan;
Beribu harapan dan
bayangan hanya tinggal satu;
Mulia hidupmu di
dunia dan akhiratmu;
Aku tak dapat
memberimu sesuatu;
Kecuali doa selalu
untukmu.......
Aku juga takkan memintamu,
untuk hidup bersamaku;
Walu itu yang menjadi
nyanyian dalam kerinduanku padamu;
Karena kau pun ragu,
saat sendiri kau jawab tak tau;
Banyak pilihanmu, aku
cemburu namun tiada lagi kemampuanku;
Kecuali untuk
menemanimu hingga tiba waktumu;
Meninggalkanku.......
Kan terucap berat
olehku, selamat menempuh hidup baru;
Aku kan slalu
merindukanmu.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar