Minggu, 31 Desember 2017

Sapi Nasrani, Mbokne Majusi dan Malaikat Yahudi

“Dulur-dulur, nanti malem pergantian tahun masehi. Kira-kira kita mau ngapain, yaaak”, tanya Doel Semprull pada dulur di Pagemblungan.

“Doel, bukannya membunyikan lonceng sama dengan kaum nasrani?”, tanya Kemplo.

“Iya, Doel. Kata penceramah mushalla sebelah, bermain kembang api itu seperti orang Majusi. Dan membunyikan terompet seperti orang Yahudi, gimana Doel?”, sambung Rasdan.

“Wong EDAAAAAN!!”, Doel Zemprull

“Sopo Doel!?”, tanya Kemplo penasaran. “Penceramah tadi ya, Doel?”, lanjut Kemplo

“Kowe kabeh sing podo UEEDAAAAN!!!”, sergah Doel jawab pertanyaan Kemplo

“Makanya otak itu digunakan untuk berpikir, jangan ditaruh di dengkul apalagi di silitmu (pantat). Punya mata yaa mbok digunakan untuk baca,....iqra’...iqraaa’...

"Dan kalau kupingmu (telinga) masih waras lhaaa mbok banyak ngaji!!”, Doel mencoba menjelaskan bahwa akar masalahnya pada ketidak-tajaman dalam menganalisa karena kurangnya ilmu.

“Apa hubungannya, dengan kita-kitaaa!?”, Rasdan masih penasaran.

“Coba kamu lihat, sapine Wastono,....ada klintihingane guidee (lonceng) kaaan!?, opo gok arep diarani Kristen opo Nasroni?. Jajal mbok pikiren, anggo utekmu!!”, Doel memulai mengambil contoh yang ada di sekitar kehidupannya.
gambar dari website pixaboy; https://pixabay.com/en/cow-cow-bells-sky-blue-feldberg-245691/

“Mbokmu, kalau mau ke mushalla pake obor bambu atau klaras untuk penunjuk jalan. Opo Koen lilooo (rela), kalau Mbokmu dianggep Majusi?”, Doel masih mencoba membuka cara berpikir temen-temen di Pagemblungan.

“Yooo,....gaah, ora keree...tak JOTOSI sik ngarani Mbokku!”, jawab Rasbo.
“Teruuuus, yen arep kiamat Malaikat Israfil niup terompet guideee (sangka-kala), teruuuusss Koen arep ngarani Malaikat Isrofil iku Yahudi!?”, lebih dalam lagi Doel memberi contoh tugas Malaikat Israfil.

“Yooo,...ORA!”, jawab Rasudi

“Naaah,....Piye kesimpulane?”
“Otekmu jik arep ditaruh nang silit!?”, tanya Doel pada dulur-sulur Pagemblungan.

“Ngaji sing paripurna, jangan menelan mentah-mentah sesuatu yang membutuhkan penjelasan lebih dalam. Ngomong kopra-kapir meniru budaya, namun kita memakai teknologi mereka; watshapan, pesbukan, andoritan, BBM-an, seabrek produk yang kita pakai merupakan produk budaya mereka. Beginilah kita,...... seharusnya mampu menciptakan budaya untuk rahmat alam semesta, malah ribut karena kita ga ganteng terus cermin yang kita pecah”, panjang penjelasan Doel Semprull.

“Bila budaya-budaya perayaan pergantian tahun baru Masehi, dianggap mengarah pada hal-hal kurang baik, maka kita rayakan dengan Mbakar telo, Pisang, dan Jagung. Kita makan setelah wirid, selawatan dan doa bareng, serta mendengarkan pengajiannya Kiai Ahmad”, sambung Doel Semprull.

SELAMAT MERAYAKAN TAHUN BARU DENGAN KEGIATAN BAIK

Jumat, 22 September 2017

Film Animasi Butuh Kehadiran Negara

Kontroversi anjuran nonton bareng (nobar) film Gestapu (Gerakan September Tiga puluh) oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menjadikan Presiden angkat bicara untuk merekonstruksi film sejarah tersebut sesuai dengan generasi milenial saat ini. Bila tujuan rekonstruksi film Gestapu adalah bagian dari pendidikan sejarah melalui film untuk membangkitkan nasionalisme, cinta tanah air dan bangsa.  Selain film-film sejarah, negara juga harus hadir untuk menyajikan film-film keindonesiaan, seperti; kekayaan alam Indosia, ragam budaya, multikutural, gotong royong, kebhinekaan dan lain sebagainya.
Kita memiliki ragam kuliner, seperti; nasi padang, nasi goreng, soto, sate, konro, sego megono, nasi uduk, nasi lengko, ketoprak, bakso, dan segala macamnya yang harus diperkenalkan oleh anak-anak tentang kekayaan kuliner kita. Kita memiliki ragam kesenian daerah, tarian, wayang, ludruk, ketoprak, musik, lagu daerah dan lainnya. Kita memiliki kontruksi bangunan rumah adat yang berbeda antara suku-suku yang ada di Indonesia, termasuk pakaian adat, bahasa daerah yang berbeda-beda. Kekayaan yang dimiliki oleh kita bangsa Indonesia harus diperkenalkan kepada generasi bangsa sejak dini.
Film kartun atau animasi anak sangat menarik bagi anak-anak sebagai media pendidikan sejarah dan kebudayaan bangsa. Film kartun/animasi semacam Si Unyil yang diproduksi oleh PNFI harus direkonstruksi atau membuat film animasi baru untuk menanamkan rasa cinta tanah air dan bangsa sejak dini. Selama ini anak-anak menikmati tontonan animasi dari luar seperti Jepang, India, Malaysia, Amerika dan lainnya. Anak-anak mengetahui wayang, permainan tradisional, kekayaan alam dan kebudayaan dari tayangan Upin-Ipin. Usia dini sebagai golden age, sangat potensial untuk menyimpan memori dari pesan yang mereka lihat/tonton.
Saatnya negara hadir dalam misi pendidikan sejarah dan kebudayaan bangsa melalui film, sesuai dengan usia mereka. Di era digital ini, dimana anak-anak sudah memegang gadget, handpone, i-phone, dan media yang dapat mengakses internet untuk mengunduh aplikasi atau film dibandingkan dengan membaca buku-buku sejarah dan kebudayaan.
Negara dapat melibatkan anak-anak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan animasi untuk membuat film-film animasi nusantara sehingga biaya pembuatan film animasi lebih murah sebagai misi penanaman cinta tanah air dan bangsa melalui perfilman (animasi). (abdul basid; 22/09/2017)


Jumat, 16 Juni 2017

Laila al-(a)Kadar

Bulan Ramadhan adalah bulan mulia, dimana dalam bulan tersebut terdapat satu malam setara dengan seribu bulan dalam beribadah kepada Allah swt., yaitu Laila al-Qadar. Semua umat islam berharap bertemu dengan malam tersebut dalam rangkaian malam Ramadhan dengan memperbanyak peribadatan sunah. Banyak riwayat yang mengatakan Laila al-Qadar akan turun pada malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. 

Dengan apa kita menyambutnya ?
Bila malam tersebut adalah malam istimewa, maka kita pun harus menyiapkan jamuan-jamuan peribadatan yang istimewa pula sebagai ritual penyambutannya. Seperti halnya Nabi saw., para sahabat, tabiin, kyai, dan orang-orang khusus memperbanyak amalan ibadah pada sepuluh malam terakhir. 

Apakah malam istimewa itu akan menemui orang-orang istimewa ?
Bila Laila al Qadar adalah malam sebagai pergantian siang, maka setiap muslim yang beribadah pada malam hari pada rangkaian malam bulan Ramadhan pasti akan mendapatkan malam tersebut. Namun bila malam tersebut adalah malam istimewa yang akan menemui orang-orang istimewa, maka tidak semua dari kita (muslim) akan menemuinya. Mereka totalitas berpuasa di siang hari, tidak hanya menahan makan dan minum saja melainkan totalitas menahan (membuang) apa yang menjadi keinginan dan pada malam harinya memperbanyak ibadah hingga subuh berkumandang.

Layakkah kita ditemuinya ?
Ibadah kita hanya alakadarnya, hanya terawih dan tadarus alakadarnya. Puasa kita juga alakadarnya, hanya menahan makna dan minum saja. Mungkin kita tidak akan ditemui Laila al Qadar, kita hanya akan ditemui oleh Laila al-(a)kadar, karena ibadah kita hanya alakadarnya tidak bersungguh-sungguh untuk layak bertemu Laila al-Qadar.

Apakah kita akan berjumpa dengan Laila al-Qadar atau Laila al-(a)kadar ?
Selamat menyambut Laila, mana yang lebih pantas menjumpai kita sesuai dengan persembahan ritual penyambutan kita padanya.

Kamis, 16 Februari 2017

0, 1, 2, 3, ....9, kembali angka 0

Angka-angka itu seakan merupakan tangga kehidupan yang harus dilakukan kita. Kita dilahirkan tanpa memiliki apapun, agama menyebutkan dalam keadaan fitrah, teori mengatakan manusia dilahirkan dalam keadaan kosong seperti kertas putih yang harus dicorat-coret sehingga kehidupan mencapai puncak kesempurnaan.

Pertama yang harus diisikan dalam diri kita dan anak-anak kita adalah angka 1, tauhid atau keesaan Allah.  Luqman al Hakim berpesan pada anaknya; "Hai anakku, Janganlah kamu menyekutukan Allah, karena sesungguhnya menyekutukan-Nya adalah dosa (kesesatan) yang sangat-sangat besar". Dan "Allah tidak akan mengampuni bila kita menyekutukan-Nya dan mengampuni dosa selainya kepada orang-orang yang dikehendaki". 

Tauhid (agama) menjadi landasan utama dalam mencapai angka sembilan (9) atau kesempurnaan. Kesempurnaan dapat kita maknai dengan baik di dunia dan akhirat (hasanah fi al dunya wa fil akhirah), juga dapat kita maknai sebagai pencapaian derajat yang tinggi di sisi Allah, yaitu taqwa. Kesempurnaan bukan menafikan dunia, bukan tidak boleh sukses dalam pekerjaan, bukan tidak boleh kaya raya, melainkan semua itu hanyalah hasil sementara dari proses kebaikan yang digunakan sebagai alat untuk taqarruban ila Allah (dalam rangka mencapai takwa).

Setelah mencapai puncak, maka kita pun harus kembali pada Allah 0 (nol), menjadi nir dan tidak memiliki apapun. Ibadah kita, amalan baik kita, shalat, puasa dan sedekah kita, haji kita, dan seluruh kebaikan kita menjadi tak berarti di-nol-kan dihadapan Allah swt. Kita pun dikembalikan kepada Allah hanya berbekal kain kaffan, meninggalkan seluruh kesuksesan yang telah kita upayakan di dunia. Selamat menapaki, jalan kehidupan seperti hitungan angka-angka matematika kehidupan.


Rabu, 15 Februari 2017

Agama Tanpa Nyawa, Seperti Suara Melewati TOA

Anda mengupas ilmu dan ketinggian derajat karenanya, namun anda biarkan pendidikan di sekitar anda tak berkualitas untuk meningkatkan derajat anak-anak didiknya.

Anda mengupas thaharoh, sementara anda membutakan diri setiap hari melewati lingkungan yang kumuh. Membiarkan orang-orang membuang sampah sembarangan.

Anda mengupas shalat dan manfaatnya, bahkan seringkali menjadi imam. Namun anda tak bisa merapatkan barisan umat di luar shalat, mereka dihujat dianggap tidak taat padahal sang imam khianat.

Anda mengupas kewajiban zakat dan anjuran infak serta sedekah, anda sendiri berharap upah saat ceramah. Mengapa anda tidak membuatkan wadah ?

Anda membahas puasa dan faedahnya, namun anda tak rela mengencangkan ikat pinggang dan mengulurkan tangan memberi makan yang membutuhkan.

Anda membicarakan riba dan ancamanya, namun membiarkan tetangga dan jamaah mempraktekannya tanpa mencegahnya dengan pinjaman lunak atau sedekah untuk mereka.

Ceramah menguap, agama tanpa nyawa, dan anda tanpa rupa. Tak ubahnya suara melewati Toa, begitu pula islam hanya lewat dari mulut anda, terdengar ada suara dan hilang menguap mengudara.

Sabtu, 11 Februari 2017

Blumbang (Tempat Sampah) Kearifan

Dulu, saat kecil bapak sering menggali tanah dengan ukuran 1 meter kubik, sebagai tempat sampah alami. Sebelum banyak sampah-sampah tak terurai dari bahan plastik, kaca, dan karet, sampah-sampah organik membantu proses penggemburan dan peninggian tanah. Dengan adanya mikro organisme atau pengurai, sampah diubah menjadi kompos dan tanah pun semakin subur. 

Blumbang harus siap menerima semua sampah, sampah terurai membuat tanah gembur dan subur. Yang tidak dapat diurai terkubur dalam tanah tak tampak lagi, meskipun limbah tersebut mengganggu kesuburan tanah. Bisakah kita menjadi "Blumbang" untuk menampung dan mengubah sampah-sampah cacian, makian, hinaan, keluhan, kemarahan orang, cerita bahagia, sapaan, pujian, dan lain sebagainya, dengan menyiapkan pengurai yang bisa menyuburkan dan meninggikan derajat kita ? hingga orang lain menuai manisnya kebaikan kita.

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...