Setelah selesai
pengambilan raport di akhir semester, tak sengaja ibu-ibu berkumpul
membincangkan raport anak-anak mereka. Mereka membincangkan nilai mata
pelajaran hingga ranking kelas. Bagi orang tua yang anaknya tidak memiliki
nilai bagus atau tak mendapatkan ranking di kelasnya, memilih untuk menghindari
kumpul-kumpul tersebut.
“Anak saya matematikanya
bagus”, kata Bu Ekha.
“Anakmu dapat ranking
berapa, Bu?”, tanya Bundanya Azka.
“Alhamdulillah, dapat
ranking lima”, Jawab Bu Ekha.
“Kasihan tuh, anaknya Markonah
ranking mbuncit (paling akhir). Dah, gitu anaknya nakal lagi”, lanjut Bu
Ekha setelah puas mendengar jawaban Bunda Azka.
Selain perbincangan
sekilas setelah terima raport, bahkan kadang dilanjut setelah sampai rumah dan
bertemu dengan ibu-ibu lain yang memiliki anak yang bersekolah. Ada juga yang
membuat status bertuliskan, “Alhamdulillah ‘ala kulli hal, ananda helmi
mendapat ranking 1, terus belajar nak agar kamu jadi orang sukses dan shaleh”,
sambil memosting foto raport dari ranking anaknya di wathsap, facebook dan
instagram.
Apa yang dikehendaki
ibu-ibu dari perbincangan dan postingan di medsos seputar nilai dan ranking di
raport anaknya? Bangga terhadap hasil sekolah anak-anaknya. Anak-anak bisa buat
dipamerkan pada khalayak. Meski kebanggaan seperti kurang tepat, namun itulah
realita di masyarakat yang wajar.
Di kampung, anak
laki-laki yang akan disunat harus bisa membaca Alquran. Biasanya saat slametan atau
walimah al-khitan, anak yang disunat menunjukkan kebolehannya membaca
surat-surat pendek al-Quran pada juzz 30. Kegiatan yang demikian disebut warga
sebagai Kataman Qur’an (khatmilquran). Tradisi itu baik, untuk
menginjakkan pada usia akil baligh, anak laki-laki harus bisa membaca al-Quran
dengan fasih. Namun, apakah benar tujuan tersebut untuk mempersiapkan anak
laki-laki menyambut usia mukallaf?
Orang tua memberikan
dorongan moril dengan memberikan syarat pada anak laki-lakinya yang sudah minta
disunat. Mereka akan bilang: “Bila belum bisa baca Quran belum disunat”.
Semakin tambah usia anak semakin malu bila belum disunat, sehingga anak-anak
harus semangat rajin mengaji agar bisa baca Quran dan lebih cepat disunat. Bila
sudah bisa mengaji al-Quran dengan baik, pertimbangannya keberanian anak saja.
Ucapan orang tua merupakan mootivasi untuk anak agar segera dapat membaca
al-Quran dengan baik. Toh, bila sama sekali tak bisa baca pun tetaplah disunat.
Ada perasaan bangga bagi orang tua saat anak-anaknya sudah bisa membaca
al-Quran dengan ditunjukkan dalam acara Kataman Quran. Ini tidak berlaku bagi
anak perempuan. Anak laki-laki adalah calon suami yang harus mendidik
isterinya, calon kepala rumah tangga yang dapat menjadi teladan dan mengajari isteri
dan anak-anaknya.
Coba lihat Mbok Darmi
yang selalu menceritakan kesuksesan anak-anaknya yang bekerja merantau di
Jakarta. Sambil memijit kliennya, Mbok Darmi menceritakan pengorbanannya
menyekolahkan anaknya dari hasil kerja sebagai pemijat tradisional. Dia selalu
menceritakan anaknya yang selalu menjadi juara kelas hingga kuliah di perguruan
tinggi negeri yang keren dan mendapatkan pekerjaan yang baik di ibu kota sebagai
petinggi di perusahaan multi nasional.
“Mbok, kenapa tidak ikut
tinggal di jakarta?”, tanya Mak Sumi yang sedang dipijit oleh Mbok Darmi.
“Tidak. Saya tidak betah di
Jakarta. Rumahnya besar, ada 2 pembantu, kamarnya ber-AC, dan kemana-kemana
dianter sama sopirnya”, jawab Mbok Darmi sambil mendeskripsikan kelengkapan
fasilitas rumah anaknya.
“Kan enak, Mbok. Kenapa
tidak betah, Mbok?”, tanya Mak Sumi dengan penasaran.
“Disana jarang bertemu
dengan anak dan menantu saya, mereka sibuk bekerja. Anak-anak mereka juga sibuk
sekolah, les privat, main laptop, dan pergi jalan-jalan”, Mbok Darmi mulai mengutarakan
rasa kecewa tinggal di rumah anaknya.
Percakapan Mbok Darmi
dengan Mak Sumi menunjukkan kebanggaan orang tua terhadap kesuksesan anaknya, dari
masa sekolah, kuliah hingga memperoleh pekerjaan dan memiliki rumah serba lengkap.
Disamping kebanggaan, Mbok Darmi menaruh kekecewaan kepada anaknya, sebab
jarang bertemu dengan anak dan menantunya karena kesibukan. Jauh dari bayangan Mbok
Darmi, setiap hari bisa ngobrol dengan anak dan menantunya seperti kehidupan
orang kampung.
Bahkan mbok Darmi tak
pernah mendengarkan anak, menantu dan cucunya membaca al-Quran setiap harinya.
Paling tidak seminggu sekali baca surat yasin dan tahlilan untuk
berkirim doa kepada bapaknya yang telah meninggal dunia. Bayang angan-angan Mbok
Darmi tertuju pada Ahmad putra Sarmin, tetangga sebelah rumahnya.
Meski rumah Ahmad kecil
terbuat dari dinding bambu, lantainya masih plesteran biasa. Setiap bakda
maghrib dan subuh terdengar lantunan ayat-ayat suci al-Quran anak-anaknya (cucu
Sarmin). Maklum dinding rumahnya tidak kedap, karena masih ada rongga-rongga
anyaman bambu sehingga suara anak-anak Ahmad terdengar ke telinga Mbok Darmi.
Tiap malam Jumat Ahmad mengadakan tahlilan sekeluarga untuk mendoakan Pak
Sarmin dan Pariyem yang sudah sepuluh tahunan meninggal dunia.
Tak sadar pipi Mbok Darmi
basah karena air mata mengalir ke pipi. Dan dengan sigap Mak Sumi langsung
tanya: “Nangis kenapa, Mbok?”
“Tidak apa-apa, Sum. Cuma
mikir saja, saya masih hidup saja tak pernah dengar suara ngaji anak dan
menantu serta cucu saya, bagaimana kalau saya meninggal? Apakah saya akan
dikirimi doa-doa dari anak cucu saya?”, jawab Mbok Darmi dengan kesedihan
mendalam. Maklum usia Mbok Darmi sudah 60 tahun. Meski sudah kepala enam, Mbok
Darmi masih kuat memijit orang-orang yang membutuhkannya.
“Tidak apa-apa, Mbok.
Anakmu kan duite akeh, ngko tiap bulan anakmu bisa undang ornag-orang untuk
mendoakan Mbok Darmi”, jawab Mak Sum, untuk menenangkan kegelisahan Mbok Darmi.
Kesuksesan anak Mbok
Darmi adalah kesuksesan Mbok Darmi untuk merubah kehidupan anaknya menjadi
sukses. Kehidupan anaknya tidak seperti kehidupannya yang serba kurang,
rumahnya sempit dan pengap, bau amis ikan asin, dan tidur tidak nyaman. Susah
dan derita dirinya menjadi lecut tekad bulat, agar anak-anaknya tidak sesusah
dirinya. Mereka harus bersekolah agar bisa memperoleh pekerjaan yang dapat
menghasilkan uang banyak, bisa membeli rumah mewah, membeli kendaraan bagus,
dan dapat menikmati kebahagiaan. Anak Mbok Darmi sukses sesuai dengan doa dan
pengharapannya. Kekayaan dan kesuksesan anaknya menjadi sebuah kebanggaan yang
dapat diceritakan ke semua orang. Meski tanpa diceritakan Mbok Darmi pun
orang-orang kampung dapat melihat kesuksesan anaknya.
Kebanggaan Mbok Darmi
menyimpan kesedihan. Meski bangga dengan kesuksesan anaknya, dia sedih dan
tidak bisa membanggakan dan mengharap kepada anaknya seperti anaknya Pak
Sarmin. Meski tidak kaya, pekerjaan serabutan, penghasilan tak menentu, hanya
memiliki sepeda motor butut, Ahmad bisa menyempatkan diri untuk menghadiahkan
bacaan al-Quran setiap malam kepada orang tuanya. Dan secara khusus
menghadiahkan dzikir dan tahlil pada malam Jumat di setiap pekan.
Kebanggaan apa yang
diperoleh orang tua terhadap hasil pendidikan anak-anaknya? Minimal ada empat
kebanggaan terhadap proses pendidikan anak-anak mereka. Pertama, Orang
tua bangga terhadap anak-anaknya saat mereka mampu belajar dengan baik, bahkan
dapat memperoleh prestasi di sekolah. Bahkan mereka rela membela anak-anak
mereka dengan menceritakan kehebatan penguasaan pelajaran anak-anaknya meski
jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Misalnya, mereka menceritakan anaknya
pinter ini dan itu, meski jauh dari dari itu.
Kedua, orang tua bangga terhadap
anak-anaknya saat dapat menyelesaikan studinya dengan baik, apalagi memperoleh
nilai tertinggi. Bisa-bisa seluruh kampung mendengar ceritanya tentang prestasi
anak-anaknya. Ketiga, orang tua bangga dengan kesuksesan anak-anaknya dapat
memperoleh pekerjaan yang bisa dibangga-banggakan. Paling tidak, kehidupan
anak-anaknya tidak semenderita kehidupan mereka.
Keempat, kebanggan mereka melihat
anak-anaknya memilki perhatian terhadap dirinya dan menjalankan ibadah dengan
taat. Mereka minta disambangi, dikunjungi, diajak ngobrol. Mereka bangga bila
melihat anak-anak mereka dapat menjalankan agamanya dengan baik, hingga suatu
saat setelah mereka meninggal akan selalu dikirimi doa. Dalam Islam, anak-anak
seperti itu adalah anak-anak yang shalih yang selalu mendoakan orang tuanya.
Anak-anak tersebut menjadi sumber pahala yang takkan pernah putus, akan terus
bersambung bila cucu, buyut, cicit, dan keturunannya menjadi orang-orang baik (shalih).
Tiada guna, anak-anak
yang meraih keilmuan yang tinggi, kesuksesan jabatan, banyaknya harta yang dia
kumpulkan, namun lupa terhadap orang tuanya yang telah meninggal. Mereka
didoakan setahun sekali saat peringatan haul dengan mengundang tetangga,
dikunjungi kuburnya setahun sekali saat mudik untuk membersihkan rumput yang
tumbuh di atas kubur orang tuanya. Semoga kita menjadi anak-anak yang bisa dibanggakan
orang tua dan memiliki anak-anak serta keturunan dalam kebanggaan yang benar.