Rasa itu bukan tentang manis, pahit, asam, asin, hambar dan pedas yang dirasakan lidah. Rasa dapat bermakna lebih dalam lagi, misalnya ada ungkapan bila sakit ditampar jangan pernah menampar orang lain. Bila tiak mau disakit, maka jangan pernah menyakiti siapapun. Pun demikian, sebaik nabi saw., pun mendapatkan persakitan yang luar biasa. Dan memaafkan atau tidak membalas orang yang menyakiti kita adalah tingkatan laku tasawuf yang membutuhkan latihan yang kemudian muncul ungkapan “ngaji roso”.
Ngaji
Roso bisa dimaknai menuju kemuliaan dengan rasa. Sedangkan
rasa merupakan kekuatan hati manusia untuk menanggapi sesuatu, yang berhubungan
dengan olah rasa, kalbu, nurani, moral, kasih, tulus, senang, cinta, dan emosi.
Rasa harus diolah dalam hubungan di keluarga, masyarakat, pekerjaan, pendidikan,
dan lingkungan lainnya termasuk dalam lingkungan masyarakat yang hanya sekedar
kita lewat dengan menggunakan etika.
Pekerjaan
rumah tangga yang biasa dikerjakan oleh Asisten rumah tangga (ART), ada pikiran
liar bila tetiba majikan mengerjakan kerjaan tersebut tanpa memberitahukan
kepada ART tersebut. Seorang ART akan merasa bersalah atas pekerjaannya tanpa
koreksi dan meluruskannya. Begitu pula dalam dunia kerja, direktur atau
pimpinan perusahaan perlu memberitahukan kesalahan yang dilakukan bawahannya sehingga
dapat memperbaruinya. Tidak kemudian melakukan take offer pekerjaan tersebut
yang membuat rasa yang tidak menentu pekerja.
Dalam
lingkungan pendidikan, murid tidak kemudian diberikan scorsing tanpa mengetahui
kesalahannya. Begitu pula dengan para pekerja, yang harus dibimbing untuk
melakukan pekerjaannya dengan benar. Baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat,
kerja, pendidikan dan lainnya saling mengingatkan, meluruskan, (tawa shaubi
al haq) harus dilakukan dengan cara yang benar (hak) dan baik.
Kita
sebagai pihak eksternal mengingatkan dengan baik, dan sebagai internal (diri)
juga harus lebih wara’ atau hati-hati dalam bertindak agar tidak menyakiti
orang lain. Rasa manis akan hilang dengan minum air tawar, rasa pedas akan
hilang dengan goreng-gorengan, rasa pahit dan lainnya dapat hilang dengan
makan-manakan enak yang kita kunyah. Namum, rasa sakit di hati terbawa pikiran,
tidak akan hilang serta merta. Bila kita selalu melakukan tindakan tersebut,
maka tidak menutup kemungkinan mendapatkan bala karena rasa sakit yang menjadi
doa dari orang yang terdhalimi (du’a al madhlum istajabah). Hati-hati
dengan rasa, yang dapat melukai tanpa berdarah, membunuh tanpa menyentuh, dan
menjadikan orang gila karena merasa bersalah.