Pagi buta kita
sudah mendengar omelan ibu sambil terdengar “glomprang” suara perabot yang
sedang dicucinya. Bila kita tak beranjak juga, akan terdengar teriakan panggilan
dan sumpah serapahnya. “Subuh belum bangun, nanti mau jadi apa!!” lanjut “nanti
rejekimu dipatuk ayam”. Belum lagi omelan saat kita tidak membantu pekerjaan
rumah, jualan, tidak belajar dan tidur malem. Bahkan saat kita sudah merasa
dewasa, omelan sayang ibu dianggap keterlaluan.
Meskipun kita sudah
dewasa bahkan sudah menikah dan memiliki keluarga besar sendiri. Tetaplah seorang
ibu menganggap kita sebagai anak-anak (anaknya) yang perlu dikhawatirkan
bertindak salah dan ceroboh. Sehingga kita tidak nyaman atas tindakan Ibu yang
anggap turut campur urusan kita dan merasa tidak nyaman atas kecerewetannya. Nasehatnya
terkadang tidak sesuai dengan nalar kita, sehingga membutuhkan energi untuk
menahan emosi.
Cobalah berpikir
dengan baik dan cermat, “Kenapa kita tidak marah atas suara sama dan keras alarm
yang bangunkan kita di pagi buta dan berulang tiap hari?” bahkan dengan sengaja
kita setting alarm tersebut.
Tidakkah kita anggap
kecerewetan Ibu itu sebagai alarm, pengingat kita, bentuk rasa sayangnya pada
kita, dan ada yang dilihat seorang Ibu yang tidak kita ketahui. Sebagai orang
yang memberikan Asi, mendidik dan mendampingi kita hingga bertahun-tahun, Ibu
sangat memahami karakter kita. Rasa sayangnya yang tinggi diwujudkan dalam
kecerewetannya merupakan anugerah bagi kita.
Janganlah marah,
jangan ditentang dan sakit hati, senyumi dan ambil tindakan yang tidak
menyakitkan hatinya. Kerelaan Ibu (orang tua) menjadi jalan keridhoaan Allah
swt. Frekuensi dan power kecerewetan bisa nambah level saat Ibu kita bertambah
usia. Cobalah diingat dan refleksi diri, betapa sabarnya seorang Ibu yang
momong kita dengan sabar dari kenakalan kita. Dia menjaga kita dari ketidaklaparan,
dia menangis mendoakan kita agar sukses dan menjadi orang yang bermanfaat.
Setelah kita
sukses dan menjadi orang yang bermanfaat, kita lupa dan abaikan jasa ibu. Dan hanya
melihat kecerewetannya belaka. Kesombongan kita bertambah dengan merasa kesuksesan
itu karena usaha dan ikhtiyar kita. Bila Tuhan tidak memberikan rasa sayang
pada kita, bisa saja kita dicekik mati dan ditelantarkan. Ibu kita dengan susah
payah membesarkan kita, dia rela tidak makan untuk sekedar anaknya kenyang dan
tidak menangis.
Bila kalian
masih punya orang tua, jadikanlah dia pusaka yang diletakkan di hati kalian dan
berbuat baiklah kepada mereka (birrul walidain). Bila telah tiada, kunjungi
makamnya sebagai bentuk perhatianmu pada mereka. Doakan tiap saat, hadiahkan
amal untuk mereka, sebab kalian tidak akan bisa mengirimkan pizza, roti, sate, nasi
goreng dan lainnya kecuali sudah ditransformasi menjadi amal (sedekah) untuk
mereka. Tiada hadiah yang berharga bagi selain doa dan kesalehan kita. Shaleh adalah
proses transformasi menuju kesempurnaan (insan kamil).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar