Kamis, 19 Maret 2015

Bayangmu di Simpang Arengka

#penggalan cerita "Siluette Cinta "
Saat mencari bahan tulisan, sengaja aku memilih kota di mana dia bekerja disana selain  untuk memperoleh bahan-bahan, aku berharap dapat bertemu melepas rindu, paling tidak dapat melihatnya walau dari kejauhan.
Kusempatkan waktu di sela-sela tugasku untuk mencarimu, tiap gang di sepanjang jalan dari Simpang Arengka hingga perempatan Panam. Kumasuki satu persatu, mungkin orang-orang yang melihatku kebingungan karena tak sekali aku bolak-balik melalui lorong-lorong.

Tempat kosan begitu banyak, dan aku tak mungkin menanyakan nama yang familier di hatiku tetapi mungkin berbeda. Nama itu juga bukan panggilan orang-orang sekantornya. Mungkin juga merupakan penggalan nama yang dia berikan pada saat awal-awal dia menyebut lengkap namanya padaku.
Ada satu rumah yang ku dekati karena ciri-cirinya hampir sama dengan apa yang dia ceritakan. Dia berada di lantai atas, kosan dengan warna pink catnya. Depan rumah pemiliknya ada pohon kelapa gading, pohon jambu, dan samping kanan juga ada deret kosan lainnya. Kuhentikan motor sewaan di depan rumah tersebut, untuk menanyakan pada tetangga karena pemiliknya baru saja berpapasan denganku saat masuk gang. Nama yang aku tanyakan ternyata tidak familier di telinga mereka, mungkin tak mengenal atau aku yang salah rumah. Saat itu hujan turun dengan deras, basah kuyup tak menjadi halangan untuk menarik gas motor pinjaman itu mencari sang pujaan hati.
Saya membawa buah kesukaannya, lengkeng, mangga, pepaya jingga dan sedikit anggur. Dia tak begitu suka anggur, kubawa karena dia agak batuk dan serak tenggorokannya, sekedar untuk mengencarkan dahaknya. Alamat tak pernah ia berikan, dan buah itu pun akhirnya aku berikan orang di pinggir jalan.
Setelah hampir seharian berkeliling memasuki tiap lorong Taman Sari, saya duduk tertegun di pinggir jalan Jend. Sudirman, dekat dengan komplek Taman Sari. “ Apakah sayangnya hanya kepura-puraan,......atau hanya menganggapku sebagai hiburan saja”
Terbersit dipikirannya untuk naik tower agar yang pujaan hati mau keluar dan menemuinya. Namun aku tak tega, bila apa yang dilakukaannya membuatnya malu di mata teman-teman sekerjanya.
Selepas kembali di hotel, aku tak ingin makan, rasa kecewa karena tak diberi alamatnya. Kubiarkan perut ini kosong, perih terasa tetap kupaksa untuk tak menikmati secuil makan pun. Aku hanya ingin bertemu, aku rindukan dia. Dia menghubungiku, bertanya keadaanku. Dia minta aku makan, sampai menangis memohon agar aku menjaga kesehatan dan makan. “Robby,...makan Sayank,....”. Beberapa kali kalimat mengiba itu terus dia ucapakan sambil menangis terseduh-seduh. Akhirnya, aku jawab “iya,.....aku akan makan. Jangan menangis lagi, hapus air matamu sayank”.
Hampir tiap hari, motor pinjaman itu meluncur di sekitar Panam. Kucari ia di kompleks Taman Sari, karena sebelumnya mengaku tinggal di sana. Dan orang yang disuruh mengambil hadiah dariku bilang di Taman Sari.
Sebuah Tas dengan merk body pack warna abu-abu kubeli di Gramedia, akan kuberikan padanya karena sempat menyampaikan keinginannya untuk beli tas punggung. Aku tak bisa mengantar dan memberikan langsung, kutitipkan pada pegawai resepsionis hotel di Panam saat aku menginap di sana. Kuberikan uang tip  untuk dia, dengan berat hati dia mau menunggu orang yang mengambilnya. Saya hanya memberikan nomor HP-nya pada petugas hotel untuk menginformasikan bahwa ada titipan untuknya. Dia tak mengambilnya sendiri, minta tolong temennya untuk mengambil tas tersebut.
Yang kedua aku titip kain yang sengaja aku bawa dari Jakarta. Kali ini pegawai hotel tersebut agak keberatan, mungkin karena ditegur atasannya. “Untuk terakhir kali pak, saya bantu dan tolong jangan libatkan saya lagi”, kata dia. “iya, ga apa-apa,...mohon maaf ya merepotkan, terima kasih telah membantu saya
Hampir tiap pagi aku nongkrong di simpang arengka, berharap ada yang aku kenali sebagai dia. Karena rasa rindu yang mendalam, tak peduli makan akhirnya perut sakit dan lidah terasa tak enak. Malam pada pukul 22.00, saya masuk rumah sakit. Untung tak menginap, tak ada saudara di sana dan tak mungkin aku berharap dia untuk menjagaku atau memohon untuk sekedar menjenguk saat aku terbaring lemas di kasur rumah sakit. Kecapaian dan kehujanan hingga basah kuyup pun, tak memberiku alamat saat kucari-cari apalagi akan menjenguk atau menjagaku.
Sampai kepulanganku kau tak mau bersua, aku memahami namun tak dapat aku mengerti. Bukanlah suatu kerinduan bila tak kehendaki pertemuan. Kasih sayang tak mampu bertahan dalam kesengsaraan, perjumpaan adalah kebahagiaan bagi para perindu.
Pagi sebelum aku pulang ke Jakarta, kusempatkan nongkrong di depan warung kopi sambil membayangkan wanita anggun memakai motor beat biru memakai setelan hijau berjaket abu-abu. Jam 06.00 aku meluncur dari hotel menuju Simpang Arengka.
Hampir satu jam aku nikmati keindahan bayanganmu, dengan ramainya lalu lintas dan aktivitas pasar pagi. Ternyata aku menikmati apa yang dinikmati oleh Umbu Landu Paranggi, yang hanya menikmati datangnya bus Malang-Jogja dengan membayangkan kekasihnya. Bila diberi kesempatan lagi di kota itu, akan kusempatkan tiap pagi menikmati keindahan bayangmu. Sekalipun engkau telah pindah dari sana.
Sebelum take off, dia menelepon dan menangis karena tak bisa bertemu. Tas yang aku berikan hanya membawa duka untuk mengingat seseorang yang dia sayangi berada di tempat kerja dia namun tak mampu diri untuk menemui. Walau aku pahami namun aku tak mengerti, mengapa dia begitu kekehnya untuk tidak menemuiku. Padahal kerinduan akan terobati karena perjumpaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...