Selasa, 27 Desember 2022

KOREAN MOVIES: BELAJAR DARI GURU NA DAN PREMAN JANG-HO

Korean Movies (2013)
Saat mengisi waktu luang menyempatkan diri menonton film Korea berkisah tentang seorang anggota gangster yang bernama Jang-Ho. Dia merupakan yatim piatu yang tinggal dan besar dengan neneknya. Sejak kecil dia suka menyanyi, hingga suatu ketika dia dibelikan CD (compact disc ya, bukan yang dipakai kamu sehari-hari) musik neneknya. Sejak saat itu Jang-Ho sangat menyukai menyanyi. Neneknya meninggal, dan tidak ada yang peduli dengan kematian neneknya. Sementara dia melihat para pejabat yang meninggal dunia, dinyanyikan dengan meriah. Sejak saat itu tekadnya membara untuk menyanyikan lagi Neussun Dorma bila kelak menjadi penyanyi terkenal.

Senin, 26 Desember 2022

Data Berserak, Silakan Dipungut

Meneliti pekerjaan yang sangat menarik, bahkan ibu-ibu majelis gibah pun akan menggali informasi yang dianggap akurat tentang objek gibahnya. Prinsip sama, namun berbeda teknik dan peruntukannya antara gibah dan penelitian. Begitu pula prinsip riset sederhana dalam dunia pendidikan, discovery learning.

Penelitian merupakan bagian dari tugas Dosen yaitu mengajar/mendidik, meneliti dan mengabdi sesuai dengan Tridarma Perguruan Tinggi. Dosen bisa mengajar sambil menggunakan mahasiswa sebagai responden. Dosen memiliki banyak sumber data yang bisa dipungut, dikelompokkan dan dianalisis menjadi sebuah tulisan yang menarik.

Sabtu, 24 Desember 2022

Jin: Informan Penelitian?

Di sela-sela makan siang di Rumah Makan Alaska, Karanganyar Pekalongan ada pembicaraan menarik. Menurut Ketua LP2M, Prof. Imam Khanafi; kampus dipeseni sama Habib Luthfi untuk mengeksplorasi sejarah-sejarah makam di wilayah Pekalongan dan sekitarnya. Hasil riset diharapkan dapat memetakan penyebaran Islam di wilayah Pekalongan. Bagaimana cara mengungkapkan fakta dalam sebuah situs makam atau peninggalan cagar budaya berbentuk benda yang memiliki sejarah?

Selasa, 29 November 2022

Pembangunan Bukan 5 Tahunan

Pemilu 2024 masih jauh, para calon atau orang yang menginginkan menjadi calon sudah kasak kusuk memantaskan diri layak dicalonkan sebagai Calon Presiden (Capres) atau Calon Wakil Presiden (Cawapres). Beberapa nama seperti Ganjar Pranowo, Probowo, Anis Baswedan, Erick Thohir, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Agus Harimurti Yudhoyono, Puan Maharani, dan nama-nama lainnya sudah mulai "dijajakan" hingga menggunakan polling-pollingan. 

Jumat, 03 Juni 2022

Bila Tuhan “tak ada”, piye yo?

Ada ucapan tokoh nasional, “Bila aku dah meninggal, piye yo bangsa ini?”

Pertanyaan tersebut dapat kita dapat menjawab; “Biasa-biasa saja”, seperti jawaban Mas Gibran dalam wawancara talkshow Mata Najwa.

Rabu, 01 Juni 2022

Jangan Meremehkan

Semua orang akan merasa bangga memiliki teman atau saudara orang hebat, pejabat, profesor, orang kaya, dan kedudukan tinggi lainnya. Coba kita lihat kebanggaan mereka dengan tingkah dan cerita kebanggaannya dan memajang foto-foto kedekatannya di akun media sosialnya untuk menunjukkan kelasnya pada follower. 

Orang yang mengenal orang-orang “besar” dapat lupa daratan, sehingga tatkala turun di landasan akhirnya tergelincir, jatuh dan malu. ini terjadi karena mereka melupakan teman, tetangga, dan orang-orang yang dulu sama-sama “rendah” status sosial ekonominya. Kita tidak boleh memandang remeh dan menghinakan orang-orang tersebut, bisa jadi mereka berubah nasibnya baik melalui ikhtiyar diri atau karena anak-anak mereka hingga kemudian sukses.  Dan status sosial kita lebih rendah dari mereka.

Sabtu, 28 Mei 2022

KODRAH LURAH: Penanaman Tauhid Melalui Pemilihan Kepala Desa

Masing-masing wilayah memiliki kearifan sendiri dengan penyebutan pemimpin desanya (kepala desa).  Sebutan geuchik (Aceh), wali nagari (Sumatera Barat), pambakal (Kalimantan Selatan), hukum tua (Sulawesi Utara), perbekel (Bali), kuwu (Pemalang, Brebes, Tegal, Cirebon dan Indramayu), pangulu (Simalungun, Sumatera Utara), peratin (Pesisir Barat, Lampung), dan Kapala Lembang (Tana Toraja & Toraja Utara, Sulawesi Selatan) (sumber: wikipedia). Dan di sebagian wilayah Jawa menyebutnya dengan Ki Lurah, namun setelah perubahan istilah desa dan kelurahan menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1979, lambat laun panggilan Ki Lurah menjadi Pak Kades (Kepala Desa).

Setelah pemberlakukan Undang-undang tersebut, Kepala Desa dipilih oleh masyarakat desa secara demokratis, sedangkan Lurah merupakan jabatan karir yang ditunjuk oleh Bupati atau Walikota untuk memimpin wilayah tingkat kelurahan. Proses pemilihan Kepala Desa dulu dikenal sebagai “KODRAH LURAH”.

Bila kita telusuri, kata KODRAH merupakan serapan dari Bahasa Arab dari akar kata qa-da-ra yang artinya kuasa. Kodrah juga merupakan salah satu sifat dua puluh Allah qudrat yang berarti Maha Kuasa. Kodrah Lurah dapat dimaknai sebagai menjemput pemimpin desa sesuai dengan kuasa Allah. Orang yang menerima pulung disinyalir merupakan orang pilihan Allah. Masyarakat menyebutnya sebagai pulung keprabon atau wahyu keprabon dan ada yang menyebut ndaru.

Pulung berarti mendapatkan anugerah dan keprabon dapat berarti kepemimpinan. Pulung Keprabon berarti anugerah untuk memimpin, sesuai keinginan para leluhur. Pulung ditandai dengan jatuhnya "bintang" atau cahaya dari langit kepada orang terpilih yang akan menduduki jabatan lurah (Kepala Desa). Orang-orang waskito kemudian menggunakan petunjuk itu untuk memberitahukan kepada masyarakat untuk memilih calon yang ketiban pulung.

Proses pemilihan kepala desa yang dilakukan oleh masyarakat adalah ikhtiyar secara demokratis untuk menunjukkan kelayakan kepada masyarakat. Kelayakan tersebut dapat dilihat dari syarat administratif, penyampaian visi-misi-program kerja dan perilaku keseharian para calon. Di sisi lain, para kandidat harus memperjuangkan kelayakan diri di mata leluhur dan Sang Penguasa dengan pertanda Pulung tersebut sebagai anugerah atau kepercayaan.

Pengistilahan Kodrah Lurah, memberikan pesan bahwa kepemimpinan Kepala Desa adalah anugerah dari Allah Swt sebagai perwujudan dari sifat Qadrat (berkuasa) atas segalanya; innnallah ‘ala kulli syai’in qadir. Serapan ajaran Islam banyak kita temukan dalam peristilahan di Jawa, seperti sekaten (syahadatain), merah delima (dal-lima: surat al-ikhlas) dan lainnya. Dan sudah seharusnya setelah Kodrah Lurah (pemilihan Kepala Desa), situasi dan kondisi desa tetap adem ayem sebab masyarakat harus menerima kuasa Allah (Qadrat-Iradat) atas seseorang yang terpilih menjadi kepala desa atau lurah.

Semoga masyarakat desa memahami makna "KODRAH LURAH" yang merupakan penauhidan ajaran agama melalui penyelenggaraan pemilihan kepala desa. Sehingga masyarakat tetap harus mencari petunjuk, siapa sosok yang tepat menjadi pemimpin, dan menerimanya sebagai suatu pemberian dari Allah swt atas kuasa-Nya.

Perubahan istilah “Kodrah Lurah” menjadi Pilkades (Pemilhan Kepala Desa) menghilangkan nilai-nilai filosofis yang dibangun oleh para leluhur. Apalagi praktik Pilkades mengadopsi Pilkada dan Pemilu legislatif yang cenderung menggunakan materi untuk menghimpun dukungan dari masyarakat. Pemilihan pemimpin dengan modal yang besar cenderung memupuk perilaku koruptif untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan untuk meraih kursi kepemimpinan.

Ikrar Pembuka Shalat Yang Terabaikan

Doa iftitah bukan menjadi rukun shalat, namun penting kita renungkan bagi yang mengamalkannya. Kita hanya melafalkan seperti mantra atau tah...